Nilai Mata Uang Rupiah Terhadap Dollar USA
Negara indonesia masuk ke 3 besar negara dengan mata uang paling lemah. Meskipun Indonesia punya kondisi ekonomi yang cukup stabil bahakan terus tumbuh, rasio nilai tukar mata uangnya sangat rendah sehingga dianggap lemah.
Penyebabnya adalah tingginya nominasi rupiah. Meski pemerintah telah melakukan segala upaya untuk meningkatkan nilai tukar ini, nyatanya masih belum menunjukkan perubahan yang nyata. Itulah mengapa wacana denominasi nilai rupiah sering dicanangkan oleh pemerintah, sebagai upaya untuk menguatkan mata uang.
Pada 01 maret 2021
nilai tukar 1$ = 14.319 IDR hampir 15000 IDR
Sebagai seorang mahasiswa dalam ilmu ekonomi akuntansi ,tentu saya selalu mempertanyakan hal ini mengapa negara indonesia memiliki nilai tukar mata uang yang sangat rendah,bahkan banyak negara di belahan dunia sebagai nagara miskin dan negara berkembang seperti Republik demokratis kongo,noger dan masih banyak negara bagian benua afrika 10 NEGARA TERMISKIN DIDUNIA,tetapi negara tersebut memiliki nilai tukar juah lebih tinggi terhadap pertukanran USD.
Yang menjadi sebuah pemikiran bagi saya adalah bagaimana cara untuk mengtasi masalah ini,untuk menaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika,mengapa negara tidak mencetak uang sebanyak mungkin untuk mengatasi masalah ini ?
Marilah kita lihat terlebih dahulu faktor penyebab lemahnya mata uang rupiah
Perang dagang antara China dengan Amerika Serikat
Cina memberikan tarif bea masuk senilai US$ 75 miliar untuk barang-barang yang diimpor dari Amerika Serikat, seperti produk pertanian, pakaian, mobil, bahan kimia dan tekstil.
Presiden AS, Donald Trump pun juga melakukan hal yang sama. Ia menaikkan tarif bea masuk sebesar 5% untuk barang-barang yang diimpor dari Cina.
Sesuai dengan pernyataannya, Trump tidak ingin Amerika Serikat bergantung kepada Cina yang berujung pada defisit perdagangan serta pencurian kekayaan intelektual.
Tentu saja, hal tersebut membawa dampak buruk bagi negara Indonesia terutama dalam hal ekspor. Permasalahan ini bisa melemahkan ekspor Indonesia dan mempengaruhi ketidakseimbangan nerasa perdagangan Indonesia.
Ketika perang dagang ini terjadi, kedua negara tersebut akan mengurangi produksi yang kemudian berdampak pada Indonesia selaku eksportir bahan baku.
Selain itu, perang dagang antara Cina dan AS juga dapat membuat negara lain mengalihkan barang-barang mereka ke Indonesia (yang sebelumnya akan dikirim ke AS atau Cina).
Kebijakan Impor Khusus dari Negara Tujuan
Kasusnya mirip seperti perang dagang antara AS dan Cina. Namun, kali ini melibatkan kebijakan impor khusus dari negara tujuan.
Misalnya, India baru saja menaikkan tarif bea masuk kelapa sawit di negaranya yang kemudian peraturan tersebut akan mempengaruhi daya beli kelapa sawit yang diekspor oleh Indonesia ke India.Beberapa contoh kebijakan impor seperti:
Larangan Impor – Kebijakan ini dilakukan jika suatu negara diharuskan untuk menghemat devisanya. Tidak hanya itu, barang-barang yang dianggap berbahaya juga bisa saja dilarang untuk masuk.
Penerapan Tarif – Adanya pengenaan tarif yang tinggi untuk barang-barang impor tertentu. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu meningkatkan daya saing barang-barang produksi dalam negeri di pasaran.
Pembatasan Kuota Impor – Biasanya kebijakan kuota impor ini sudah diprediksi sebelumnya. Tapi, dalam perdagangan bebas, pembatasan kuota impor tidak lagi berlaku karena bisa menghambat proses perdagangan Internasional.
Kebijakan The Fed dan Pemerintah Dunia Lainnya Terkait Keadaan Perekonomian Negaranya Masing-Masing
I. Kebijakan Amerika Serikat
Federal Reserve System (The Fed), yang merupakan bank sentral Amerika Serikat, mengeluarkan beberapa kebijakan keuangan yang bertujuan untuk menstabilkan perekonomian negara USA.
Kebijakan tersebut tentunya akan mempengaruhi kondisi keuangan global, mengingat USA adalah salah satu negara dengan pelaku ekonomi yang paling berpengaruh di dunia.
Seperti pada tahun 2008 silam, The Fed pernah melakukan Quantitative Easing atau Tapping Off untuk memulihkan kondisi ekonomi ketika Amerika mengalami krisis ekonomi yang cukup parah.
Atau, pada tahun 2013, The Fed melakukan pemotongan dan pembatasan pembelian obligasi yang menyebabkan nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saling berfluktuasi sangat tajam.
Tentu saja, hal tersebut bisa mempengaruhi kondisi perekonomian di Amerika sebagai pemulihan yang nantinya akan mengganggu lalu lintas jalur keuangan dunia.
Akibatnya, rupiah pun akan terus merosot jauh dengan peningkatan yang tidak seberapa.
Lalu, bagaimana situasinya saat wabah virus corona menyerang berbagai negara di dunia dan secara tidak langsung menghancurkan sebagian perekonomian negara?
The Fed mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan sebuah program yaitu Money Market Mutual Fund Liquidity Facility (Fasilitas Likuiditas Reksa Dana Pasar Uang), di mana mereka akan mengalirkan dana sebesar US$ 10 miliar untuk perlindungan kredit.
Tujuannya adalah untuk menopang reksa dana pasar uang (pasar pendanaan jangka pendek) demi meningkatkan likuiditas dan kelancaran fungsi pasar uang di tengah ketegangan penyebaran virus corona.
The Fed juga telah memangkas suku bunga hingga mendekati 0% dan mengatakan akan membeli sekuritas, sekurang-kurangnya US$ 700 miliar.
II.Kebijakan Indonesia
Kini, waktunya mengetahui apa yang dilakukan pemerintah dan bank sentral Indonesia untuk mengatasi permasalahan terkait ketidakseimbangan perekonomian yang terjadi belakangan ini.
Apa saja kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan?
Pemerintah berusaha keras menjadikan sektor usaha semakin produktif melalui kebijakan sektor riil berikut ini.
- Menambah pasokan valas dengan peningkatan ekspor.
- Meningkatkan daya saing industri nasional.
- Menguatkan pendapatan pariwisata.
- Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berkualitas.
- Membangun infrastruktur.
- Menghilangkan hambatan yang bisa mengganggu iklim investasi.
Bank Indonesia juga berupaya keras menjaga pasokan dan mengendalikan permintaan valas agar seimbang, yaitu dengan:
- Melakukan intervensi pasar valas dan juga pasar Surat Berharga Negara (SBN).
- Mengatur permintaan valas di masyarakat dengan membatasi aktivitas beli valas yang tidak jelas tujuan pembeliannya.
Lalu, apa yang harus dilakukan Warga Negara Indonesia (WNI) untuk mengatasi hal ini?
Tentu saja, selalu berpikir kreatif dalam meningkatkan daya saing industri. Seperti, mencari pengganti bahan baku impor yang bisa diproduksi di dalam negeri dan juga berhati-hati bila melakukan pinjaman luar negeri.
Nah, jika kebijakan-kebijakan tersebut tidak berjalan dengan semestinya, bisa dipastikan aktivitas ekspor-impor tetap tidak bisa seimbang sehingga dapat membuat nilai mata uang rupiah anjlok seketika.
Perbedaan Inflasi di Negara Indonesia dengan Negara Lain
Inflasi merupakan proses peningkatan harga-harga secara umum dan bersifat kontinu, terkait dengan mekanisme pasar yang disebabkan oleh banyak faktor (terutama produksi, konsumsi, dan distribusi).
Inflasi digolongkan menjadi empat, yaitu:
- Inflasi Ringan; <10% per tahun
- Inflasi Sedang; 10% – 30% per tahun
- Inflasi Berat; 30% – 100% per tahun
- Hiperinflasi; > 100% per tahun
Inflasi memang dibutuhkan untuk memajukan perekonomian, namun dengan angka yang wajar. Jika terlalu besar, dampaknya juga akan merugikan negara seperti:
- Daya beli masyarakat menjadi lemah karena harga barang yang terus melambung tinggi dan menyamai nilai rupiah dengan kurs negara lain. Namun, di samping itu, gaji pegawai perusahaan tidak mengalami kenaikan.
- Rupiah akan terlalu banyak beredar di masyarakat sehingga membuatnya menjadi kurang berharga. Hal tersebut menjadi pendukung melemahnya nilai rupiah atau membuat mata uang rupiah otomatis menjadi anjlok jika dibandingkan dengan kurs lain yang lebih langka.
Perjalanan inflasi di Indonesia tidaklah stabil.
Selalu terjadi kenaikan dan penurunan yang cukup tajam setiap tahunnya. Walaupun tingkat inflasi zaman sekarang masih lebih baik dibandingkan tingkat inflasi di zaman dulu (masa Ir. Soekarno).
Selanjutnya, di masa Soeharto, pemerintah terus berusaha menekan inflasi walaupun sulit mencapai angka rata-rata di bawah 10%. Bahkan, di tahun 2000-an awal, kenaikan inflasi terkadang masih di atas 10%. Seperti pada tahun 2005, tingkat inflasi mencapai 17.11%.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi aktual pada tahun 2018 sebesar 3.13% yoy. Sementara tahun 2019 lalu, inflasi semakin menurun di angka 2.72% yoy.
Apakah ini menunjukkan akhir yang baik?
Belum tentu. Tingkat inflasi yang sangat rendah, bukan berarti bisa membuat perekonomian Indonesia lebih sukses. Justru, akan ada dampak negatif yang dirasakan khususnya pada produsen atau pengusaha manufaktur, seperti:
- Suku bunga acuan diturunkan oleh bank sentral.
- Keuntungan dagang sangat rendah dan minim.
- Penjualan sulit mencapai target.
- Terjadi PHK paksa karena sulit membayar pegawai.
Maka dari itu, sangat diharapkan pada tahun 2020 ini, tingkat inflasi kembali di titik normal dan tidak mengalami kenaikan yang tajam.
Jika kenaikan tersebut benar-benar terjadi, maka bisa dipastikan semakin melemahnya nilai mata uang rupiah dan bahkan anjlok lebih parah.
Pengaruh Politik Terhadap Nilai Tukar Mata Uang Asing Terhadap Rupiah
Tidak hanya aktivitas ekspor-impor, tingkat suku bunga, dan inflasi yang bisa mengakibatkan melemahnya nilai mata uang rupiah, aktivitas politik juga bisa mempengaruhinya.
Mengapa?
Seluruh kebijakan ekonomi dijalankan oleh sebuah negara tidak luput dari peran politik yang mendasari pembuatannya.
Berikut ini adalah event politik yang berdampak pada nilai mata uang sebuah negara:
- Pemilu – Periode pemilu merupakan periode ketidakpastian. Kebijakan yang dijalankan juga sedang berada dalam kondisi yang tidak pasti sehingga menimbulkan potensi risiko yang besar. Ini membuat para pemilik dana lebih berhati-hati dan cenderung lebih memilih untuk mengamankan dana mereka. Karena hal tersebut, sumber dana yang masuk semakin berkurang dan nilai mata uang pun mengalami penurunan.
- Konflik Antar Negara – Konflik ini akan memunculkan potensi risiko yang sangat besar bagi aset investasi yang ada di sebuah negara. Seperti, menurunkan kinerja perdagangan dan perusahaan multinasional. Jika konflik terus berlanjut sampai terjadi konfrontasi militer, risiko hancurnya aset akan semakin tinggi. Dengan begitu, tidak ada yang mau menerima risiko tersebut dan memilih untuk mengamankan asetnya di negara yang lebih aman.
- Ketidakpastian Sosial – Kondisi politik yang tidak stabil memiliki pengaruh yang besar terhadap nilai mata uang. Ketegangan sosial atas kondisi politik tersebut dapat mengganggu kondisi ekonomi. Hal tersebut berujung penarikan investasi karena pemerintah dianggap telah gagal dalam menjalankan tugasnya. Akibatnya, nilai mata uang semakin menurun.
- Kontroversi Politik – Isu dan rumor dari aktivitas para politisi juga mempengaruhi pergerakan mata uang. Ketika pemerintah mengeluarkan pernyataan atau pengumuman yang berpotensi mengubah sistem politik dan ekonomi negara tersebut, nilai mata uang akan mudah ikut berubah
Penutup
Dunia sedang dilanda serangan COVID-19, ini membuat sebagian sistem perekonomian di berbagai negara menjadi tidak seimbang salah satunya adalah melemahnya nilai mata uang rupiah dan sudah dikategorikan anjlok.
Bagaimana agar kondisi finansial kamu bisa tetap dalam kondisi aman? Terutama bagi kamu yang tengah kebingungan menghadapi dunia investasi yang cenderung tidak pasti, bahkan mungkin mengalami kerugian.
Oleh karena itu, gunakan strategi investasi yang lebih baik sehingga nilai finansial kamu tidak lagi terpengaruh dengan melemahnya rupiah. Dengan demikian, dana yang kamu simpan tetap aman dan tetap bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan masa depan.
Salah satu caranya adalah dengan melakukan pendanaan online di KoinWorks. Salah satu produk yang bisa kamu pilih adalah KoinRobo.
Kamu berkesempatan mendapatkan imbal hasil mencapai 13% p.a. per tahun dengan risiko yang minim. Tidak hanya itu, kamu juga turut dianggap berkontribusi untuk kembali meningkatkan perekonomian negara Indonesia.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.