MANAJEMEN PIUTANG
1. Pengertian
Piutang
Piutang dagang (account receivable) merupakan
tagihan perusahaan kepada pelanggan / pembeli atau pihak lain yang membeli
produk perusahaan. Piutang dagang muncul karena penjualan secara kredit. Penjual
biasanya lebih suka melakukan penjualan secara tunai karena uang hasil penjualan
dapat segera diterima, tetapi adanya persaingan memaksa perusahaan untuk
menjual secara kredit untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan untuk
menarik pelanggan baru. Credit term atau persyaratan kredit
dari satu perusahaan dengan yang lainnya berbeda, namun pada perusahaan yang
sejenis tidak jauh berbeda. Piutang merupakan
bagian yang cukup besar dari aktiva lancar, oleh karena itu perlu
dikelola dengan cara yang seefisien mungkin. Piutang besarnya biasanya mencapai
lebih kurang 20% dari nilai aktivanya, sebab pembeli banyak yang lebih suka
membeli secara kredit karena dapat menggunakan uang yang relatif lebih kecil
bila dibanding membeli secara tunai. Kebijakan penjualan kredit oleh perusahaan
akan memunculkan dua pos perkiraan dalam neraca. Bagi penjual, penjualan kredit
ini akan menambah pos piutang dan mengurangi persediaan barang, sedangkan bagi
pembeli, maka pembelian kredit akan menambah hutang dagang (account
payable) dan menambah persediaannya.
Kebijakan penjualan kredit merupakan kebijakan yang
diambil oleh suatu perusahaan dalam menentukan apakah seorang pelanggan diberi
kredit dan berapa banyak kredit yang diberikan. Suatu perusahaan tidak hanya
mementingkan penentuan standar kredit yang diberikan tetapi juga penerapannya secara tepat. Berbagai
sumber informasi mengenai pelanggan dan analisis kredit merupakan hal yang
sangat penting bagi keberhasilan manajemen piutang. Kebijakan penjualan kredit
yang akan menimbulkan piutang ini sebenarnya menimbulkan biaya bagi perusahaan.
Biaya tersebut antara lain adalah administrasi piutang, biaya modal atas dana
yang tertanam dalam piutang, biaya penagihan dan biaya piutang yang mungkin
tidak tertagih. Kebijakan kredit ini akan meningkatkan penjualan, maka biaya
piutang tersebut harus diimbangi oleh meningkatnya penjualan, oleh karena itu
manajemen piutang merupakan pengelolaan piutang agar kebijakan kredit mencapai
optimal yaitu tercapainya keseimbangan antara biaya yang diakibatkan oleh
kebijakan kredit dengan manfaat yang diperoleh dari kebijakan tersebut. Piutang
yang ada dalam suatu perusahaan ada juga berbentuk wesel (notes
receivable). Wesel ini merupakan kesanggupan membayar dari
pembeli kepada penjual sejumlah uang tertentu di masa mendatang.
2. Standar
Kredit
Standar kredit merupakan kriteria minimum yang harus dipenuhi oleh
seorang langganan sebelum dapat diberikan kredit. Informasi mengenai nama baik
pelanggan dalam membayar hutang dagang, referensi kredit, rata-rata pembayaran
hutang dagang dan rasio keuangan tertentu sangat penting dalam penilaian
sebelum diberi kredit. Dengan mengetahui berbagai faktor yang perlu
dipertimbangkan tersebut, perusahaan dapat memperlunak atau memperketat standar kredit yang diberikan. Keputusan apakah perusahaan
memperlunak atau memperketat standar kredit yang
diberikan harus dibandingkan dengan tambahan keuntungan dengan biaya investasi
marginal dalam piutang. Jika keuntungan tambahan lebih besar dari biaya
investasi marginal dalam piutang, maka memperlunak standar kredit dapat
dilaksanakan. Investasi marginal dalam piutang yaitu merupakan
selisih antara rata-rata jumlah investasi dalam piutang sebelum dengan sesudah
diadakan perubahan standar kredit. Investasi marginal menggambarkan jumlah tambahan
rupiah yang terikat dalam piutang jika memperlunak standar kredit
dilakukan.
3. Penentuan Besarnya
Piutang
Besarnya investasi pada
piutang yang muncul di perusahaan ditentukan oleh dua faktor. Pertama, adalah
besarnya persentase penjualan kredit terhadap penjualan total. Kedua, adalah
kebijakan penjualan kredit dan jangka waktu pengumpulan piutang (jangka waktu penagihan
piutang). Kebijakan ini
dipengaruhi oleh jangka waktu penjualan kredit, kualitas pelanggan dan usaha
pengumpulan piutang. Cepat lambatnya piutang dapat dikumpulkan
juga dipengaruhi oleh kualitas pelanggan, baik kualitas kemampuan perusahaan
pelanggan maupun kualitas karakter pelanggan itu sendiri.
Penilaian kualitas pelanggan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko
kemungkinan piutang tidak tertagih (bad debt) dan
memperkecil biaya penagihan piutang. Jika kualitas pelanggan menurun maka biaya
penagihan akan meningkat. Informasi kualitas pelanggan ini dapat diperoleh dari
laporan keuangan, operasi perusahaan, sejarah pengembalian kredit pelanggan,
asosiasi pedagang, pesaing, referensi bank dsb. Salah satu cara untuk menilai
kualitas pelanggan tersebut adalah dengan menggunakan penilaian kredit (credit
scoring).
Perusahaan yang memiliki banyak pelanggan sering kali
menggunakan cara-cara statistik untuk menentukan kualitas pelanggan dengan
memberi nilai (skor) tertentu pada pelanggan. Skor ini akan menunjukkan
kemungkinan seseorang pelanggan membayar hutangnya. Misalnya, skor 1 adalah
bagi pelanggan yang memiliki kemungkinan hutangnya macet sebesar di bawah 10%,
skor 2 kemungkinan macet sebesar 10% sampai 20%, skor 3 kemungkinan macet
antara 20% sampai 30% dan seterusnya. Pelanggan-pelanggan tersebut
dikelompokkan dalam skornya masing-masing, sehingga perusahaan akan mudah dalam
memprediksi kemungkinan piutangnya macet.
Prinsip pemberian kredit. Untuk menilai pelanggan dapat juga digunakan sistem 5 K atau 5 C yaitu Karakter (Character), Kapasitas (Capacity), Kapital
(Capital), Kolateral atau jaminan (Collateral), dan Kondisi (Condition).
Penilaian karakter pelanggan ditujukan untuk melihat sejauh mana pelanggan
akan memenuhi kewajiban kreditnya. Karakter merupakan data tentang kepribadian
calon pelang-gan contohnya sifat pribadi, kebiasaannya, cara hidup keadaan dan
latar belakang keluarga maupun hobinya. Penilaian ini sangat tergantung pada
moral pelanggan, kejujuran untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sebagai faktor terpenting dalam evaluasi
kredit. Kapasitas pelanggan merupakan penilaian yang bersifat subyektif
mengenai kemampuan membayar hutangnya. Kapasitas merupakan kemampuan calon
pelanggan dalam mengelola usahanya yang dapat dilihat dari pengalaman mengelola
usaha (business record)-nya, sejarah
perusahaan yang pernah dikelola, tingkat pendidikannya. Kemampuan ini dapat dianalisis
dari laporan keuangan perusahaan pelanggan yang bersangkutan. Kapasitas merupakan
ukuran dari ability to pay atau
kemampuan dalam membayar. Penilaian
kapital dan kolateral (agunan) perusahaan juga dapat dilihat dari laporan
keuangannya. Dari laporan tersebut akan terlihat kemampuan perusahaan untuk
membayar hutang-hutangnya maupun aktiva yang digunakan sebagai jaminan. Kapital
merupakan kondisi modal atau kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dikelolanya
dan nampak pada neraca, laporan rugi-laba, struktur modal dan berbagai rasio
keuangan serta rasio profitabilitas seperti ROI dan ROE. Kolateral (agunan) merupakan
jaminan yang mungkin bisa disita jika calon pelanggan benar-benar tidak bisa
memenuhi kewajibannya. Penilaian yang terakhir mengenai kondisi ekonomi yang
terkait dengan prospek usaha calon pelanggan. Kondisi ini sangat dipengaruhi
oleh kondisi perekonomian pada umumnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi
keadaan pelanggan. Secara skematis, penentuan besarnya piutang dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar
1. Faktor-faktor yang Menentukan Besarnya Piutang
Kebijakan pemberian
kredit dan lamanya pengumpulan piutang sebagaimana dijelaskan di atas sangat
mempengaruhi pengelolaan piutang. Kebijakan pemberian kredit dan jangka waktu
pengumpulan piutang tersebut pada akhirnya dapat digunakan untuk menentukan
besarnya persentase penjualan kredit terhadap penjualan total.
Besar kecilnya dana yang diinvestasikan dalam
piutang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a). Besar-kecilnya volume penjualan kredit,
semakin besar volume penjualan kredit akan semakin besar investasi pada
piutang.
b). Syarat Pembayaran, dalam penjualan kredit
selalu tertera kapan piutang jatuh tempo dan apakah ada diskon yang diberikan.
Misalnya ada syarat pembayaran 5/10 –n/60 artinya jika piutang dibayar paling
lambat 10 hari dari tanggal penjualan akan diberi diskon sebesar 5 % dan batas
akhir pembayaran selama 60 hari. Semakin panjang jangka waktu kredit yang
diberikan akan semakin besar investasi pada piutang.
c). Plafon Kredit, dalam penjualan kredit
masing-masing pelanggan diberi batas maksimal kredit yang bisa diambil (plafon
kredit) dan besarnya tidak harus sama tergantung dari besarnya usaha serta
tingkat kepercayaan perusahaan terhadap pelanggan.
d). Kebiasaan Pembayaran Pelanggan, jika kebiasaan
pelanggan dalam membayar memanfaat-kan masa diskon, maka investasi pada piutang
semakin kecil, tetapi jika kebiasaan pelanggan membayar saat jatuh tempo maka
investasi pada piutang semakin besar.
e). Kebijakan dalam Pengumpulan Piutang, ada
perusahaan yang menerapkan kebijakan dalam pengumpulan piutang secara ketat dan
ada yang longgar. Jika menerapkan kebijakan sangat ketat, maka jika ada
pelanggan yang belum melunasi piutang saat jatuh tempo, tidak diberi kredit
sampai dilunasinya piutang tersebut. Jika menerapkan kebijakan longgar walaupun
belum melunasi piutang saat jatuh tempo masih diberi kredit. Semakin ketat
kebijakan pengumpulan piutang semakin kecil investasi pada piutang dan
sebaliknya.
Contoh:
Persahan “ A “ mulai tanggal 1
Januari 2010 menetapkan kebijakan kredit sebesar 20% dari penjualan total
dengan jangka waktu pengembalian 10 hari. Apabila penjualan rata-rata per hari
sebesar Rp. 100.000, maka besarnya penjualan kredit pada tanggal 1 Januari 2010
adalah sebesar Rp. 20.000. Oleh karena itu, pada tanggal 1 Januari tersebut
muncul piutang sebesar Rp. 20.000. Piutang tersebut akan bertambah sebesar Rp.
20.000 setiap hari (asumsinya penjualan per hari tetap sebesar Rp. 100.000),
Selama 10 hari, maka piutang kita menjadi 10 x Rp. 20.000 = Rp. 200.000. Pada
hari kesebelas (Tanggal 11 Januari 2001) piutang kita bertambah sebesar Rp.
20.000, namun ada pengembalian piutang sebesar Rp. 20.000 dari penjualan yang
terjadi Tanggal 1 Januari 2001. Demikian juga pada Tanggal 12 Januari dan
seterusnya, piutang kita bertambah Rp. 20.000, namun ada pelunasan piutang Rp.
20.000, sehingga piutang kita akan konstan sebesar Rp. 200.000. Jika keadaan
ini terus stabil, maka besarnya piutang juga stabil, yaitu sebesar penjualan
kredit per hari x jangka waktu penagihan. Untuk contoh di atas, maka jumlah
piutang adalah sebesar Rp. 20.000 x 10 = Rp. 200.000.
Bagaimana dengan biaya dan penghasilan yang muncul dengan
kebijakan kredit?. Untuk melangsungkan usaha perlu membeli persediaan. Untuk
membeli persediaan tersebut, memerlukan dana yang dapat diperoleh dari modal
sendiri maupun pinjaman kepada bank atau suplier. Dana tersebut akan dibelikan
persediaan, kemudian persediaan akan dijual dan menimbulkan piutang (yang
dijual secara kredit), karena penjual menginginkan keuntungan maka harga
jualnya akan lebih tinggi dari harga belinya. Jadi, jika harga pokok penjualan
(terdiri dari harga beli ditambah biaya-biaya operasi yang lain) rata-rata per
hari mencapai Rp. 100.000 dan kita menginginkan laba 25%, maka penjualannya
menjadi 125% x Rp. 100.000 = Rp
125.000.
Piutang yang ditimbulkan karena penjualan kredit akan menentukan besarnya tingkat perputaran piutang. Perputaran piutang (receivable turnover) merupakan periode terikatnya piutang sejak terjadinya piutang tersebut sampai piutang tersebut dapat ditagih dalam bentuk uang kas dan akhirnya dapat dibelikan kembali menjadi persediaan dan dijual secara kredit menjadi piutang kembali. Secara skematis perputaran piutang dapat dilihat pada skema berikut:
Tingkat
perputaran piutang dapat dicari dengan membagi jumlah penjualan kredit bersih (net
credit sales) per tahun dengan rata-rata piutang (average
receivables).
Perputaran piutang tersebut dihitung dalam jangka
waktu satu tahun. Jika perputaran piutang sebanyak 5 kali, artinya bahwa dalam
satu tahun piutang perusahaan tersebut berputar sebanyak 5 kali. Jika satu
tahun dihitung 360 hari, maka hari rata-rata pengumpulan piutangnya adalah 360
hari : 5 kali = 72 hari untuk setiap kali perputaran. Tingkat perputaran
piutang ini mempunyai efek terhadap besar kecilnya modal yang tertanam dalam
piutang. Semakin tinggi perputaran piutang berarti modal yang tertanam dalam
investasi makin kecil, karena dana yang tertanam dalam piutang semakin cepat
kembali sebagai kas masuk. Kas masuk ini selanjutnya digunakan lagi untuk
membeli persediaan barang yang kemudian dijual lagi, demikian seterusnya.
4. Pengelolaan
Pengumpulan Piutang
Pengelolaan
pengumpulan piutang perlu melihat bagaimana prosedur yang digunakan untuk
menagih piutang. Perjanjian yang tertera pada jual beli juga harus ditetapkan
secara jelas dan rinci. Dalam perjanjian tersebut meliputi tentang jumlah
piutang, besarnya diskon, periode diskon, jangka waktu penagihan dan sangsi
yang dikenakan terhadap pembeli dan atau penjual jika barang yang di perjual
belikan tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya. Surat teguran atau penagihan dapat diberikan kepada debitur apabila
sampai dengan tanggal tertentu debitur belum mengangsur atau melunasi
hutangnya. Proses penagihan piutang memerlukan biaya. Besar kecilnya biaya
penagihan piutang akan tergantung pada besar kecilnya tagihan dan sifat debitur
yang ada pada 5K di atas (Karakter,
Kapasitas, Kolateral, Kapital dan Kondisi). Banyaknya kredit yang macet
(piutang tidak tertagih) akan menyulitkan kelangsungan usaha, oleh karena itu
perlu sikap tegas agar pengembalian piutang tidak terganggu. Perusahaan perlu
memperhitungkan keseimbangan antara manfaat dan biaya yang mungkin diderita
dalam kebijakan pengumpulan piutang. Kebijakan pengumpulan piutang sebenarnya
dapat diubah pada periode tertentu. Perubahan kebijakan tersebut membawa
implikasi terhadap jumlah penjualan, periode pengumpulan piutang, persentase piutang
yang tidak tertagih, laba perusahaan, kebijakan diskon, umur piutang dan
perputaran piutang.
4.1 Pengumpulan Piutang untuk Penjualan yang
Tidak Berdiskon
Kebijakan kredit yang
optimal yaitu keseimbangan antara manfaat yang diperoleh dengan biaya yang
dikeluarkan dalam pemberian kredit tergantung pada kondisi masing-masing
perusahaan. Manajer kredit harus memantau secara teratur jangka waktu
pengumpulan piutang dan skedul umur piutang dari masing-masing debitur.
Pemantauan langsung memperlihatkan pola arus kas yang dapat dikelola, tanpa
pemantauan yang teratur kemungkinan besar pola arus kas masuk dari pengumpulan
piutang akan kacau. Arus kas dari pengumpulan piutang ini dapat digunakan untuk
menganggarkan jumlah aliran kas yang masuk. Dengan anggaran aliran kas masuk,
maka perusahaan dapat memperkirakan berapa pengeluaran yang mampu dibiayai oleh
perusahaan. Jika dana yang berasal dari penjualan tidak mencukupi, perusahaan
juga dapat merencanakan berapa besarnya dana yang harus dipinjam dari pihak lain
atau bank.
Contoh
Perusahaan “A”
melakukan kebijakan kredit untuk tahun 2010, perusahaan ini menetapkan
penjualan kreditnya sebesar 60% dari total penjualan dengan jangka waktu kredit
selama 4 bulan. Dari kredit yang diberikan tersebut pembeli harus mengangsur
hutangnya dengan ketentuan masing-masing sebesar 30 % dibayar pada bulan
pertama dan kedua, dan sebesar 20% masing-masing dibayar pada bulan ketiga dan
keempat setelah bulan penjualan. Penjualan kredit yang direncanakan selama 6
bulan pertama tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Bulan |
Penjualan
Total |
Penjualan
Tunai |
Penjualan
Kredit |
Januari
|
Rp. 5.000.000 |
Rp. 2.000.000
|
Rp. 3.000.000
|
Pebruari |
Rp.
5.000.000 |
Rp.
2.000.000 |
Rp.
3.000.000 |
Maret |
Rp.
6.000.000 |
Rp.
2.400.000 |
Rp.
3.600.000 |
April |
Rp.
6.000.000 |
Rp.
2.400.000 |
Rp.
3.600.000 |
Mei |
Rp.
8.000.000 |
Rp.
3.200.000 |
Rp.
4.800.000 |
Juni |
Rp.
8.000.000 |
Rp.
3.200.000 |
Rp.
4.800.000 |
Dari
data tersebut, maka dapat dibuat rencana pengumpulan piutangnya selama 6 bulan
pertama Tahun 2010.
Tabel 1. Perusahaan “A” Rencana Pengumpulan Piutang Periode Januari s/d
Juni 2001 (dalam jutaan rupiah)
Bulan
Penjualan |
Penjualan
Kredit |
Bulan Pengumpulan Piutang |
||||||
Jan. |
Peb. |
Maret |
April |
Mei |
Juni |
Juli |
||
Januari
|
3.000 |
- |
9001) |
9001) |
6002) |
6002) |
- |
- |
Pebruari |
3.000 |
- |
- |
900 |
900 |
600 |
600 |
- |
Maret |
3.600 |
- |
- |
- |
1.080 |
1.080 |
720 |
720 |
April |
3.600 |
- |
- |
- |
- |
1.080 |
1.080 |
720 |
Mei |
4.800 |
- |
- |
- |
- |
- |
1.440 |
1.440 |
Juni |
4.800 |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
1.440 |
Jumlah |
22.800 |
- |
900 |
1.800 |
2.580 |
3.360 |
3.840 |
4.320 |
Keterangan:
Penjualan
kredit Bulan Januari =
Rp. 3.000.000
1)
Penerimaan Piutang Bulan Pebruari = 30%
x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
1)
Penerimaan Piutang Bulan Maret = 30%
x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
2)
Penerimaan Piutang Bulan April =
20% x Rp. 3.000.000 = Rp. 600.000
2)
Penerimaan Piutang Bulan Mei =
20% x Rp. 3.000.000 = Rp. 600.000
dan
seterusnya untuk penerimaan piutang bulan-bulan selanjutnya.
4.2. Pengumpulan Piutang untuk Penjualan yang
Berdiskon
Untuk meningkatkan penjualan, perusahaan sering
memberikan diskon (potongan tunai) kepada pembeli yang mampu membayar pada
periode waktu yang ditentukan. Lamanya jangka waktu penjualan kredit
mengindikasikan kemungkinan adanya diskon bagi pembeli yang membayar lebih
awal, periode diskon, dan periode kredit. Kemungkinan adanya diskon ditunjukkan
oleh syarat pembayaran seperti 2 / 10 – net / 30. Artinya, pembeli akan
memperoleh diskon sebesar 2% apabila dibayar maksimal 10 hari setelah
pembelian. Jangka waktu pembayaran kredit selama 10 hari sampai 30 hari,
pembeli tidak memperoleh diskon (dibayar bersih sebesar pembeliannya), dan
periode pembayaran kredit tersebut maksimal selama 30 hari setelah pembelian.
Dengan adanya diskon tersebut menguntungkan bagi penjual dalam 2 hal. Pertama,
penjual dapat memperbanyak pembeli baru yang menganggap bahwa diskon merupakan
suatu penurunan harga. Diskon ini akan benar-benar menguntungkan penjual
apabila pembeli mematuhi syarat pembayaran kreditnya. Kedua, diskon akan
memperpendek penagihan piutang karena pembeli akan segera membayar hutangnya
pada periode diskon yang ditawarkan.
Sebagai ilustrasi
pengumpulan piutang untuk penjualan kredit yang berdiskon, berikut ini
diberikan contoh sehingga memberikan gambaran yang jelas.
Contoh 2.
Apabila perusahaan “A” sebagaimana Contoh 1 melakukan kebijakan penjualan kredit yang
berdiskon dengan syarat pembayaran 5 / 20, net / 60, maka untuk Tahun 2010
perusahaan menetapkan penjualan kreditnya sebesar 60 % dari total penjualan
dengan jangka waktu kredit selama 4 bulan. Dari pengalaman penjualan kredit dengan
diskon yang diberikan kepada pembeli, cara pembayarannya adalah sebagai
berikut:
a. Sebanyak 30% pembeli membayar dalam waktu 1 s/d 20
hari setelah bulan penjualan.
b.
Sebanyak 20% pembeli membayar dalam waktu 21 s/d 30 hari setelah bulan
penjualan
c.
Sebanyak 30% pembeli membayar dalam waktu 31 s/d 60 hari setelah bulan
penjualan
d.
Sebanyak 10% pembeli membayar dalam waktu 61 s/d 90 hari setelah bulan
penjualan.
e.
Sebanyak 10% pembeli membayar dalam waktu 91 s/d 120 hari setelah bulan
penjualan.
Penjualan kredit yang
direncanakan selama 6 bulan pertama Tahun 2010 sebagai berikut:
Bulan |
Penjualan
Total |
Penjualan
Tunai |
Penjualan
Kredit |
Januari
|
Rp.
5.000.000 |
Rp. 2.000.000
|
Rp. 3.000.000
|
Pebruari |
Rp.
5.000.000 |
Rp.
2.000.000 |
Rp.
3.000.000 |
Maret |
Rp.
6.000.000 |
Rp.
2.400.000 |
Rp.
3.600.000 |
April |
Rp.
6.000.000 |
Rp.
2.400.000 |
Rp.
3.600.000 |
Mei |
Rp.
8.000.000 |
Rp.
3.200.000 |
Rp.
4.800.000 |
Juni |
Rp.
8.000.000 |
Rp.
3.200.000 |
Rp.
4.800.000 |
Dari data tersebut, maka dapat dibuat rencana pengumpulan
piutangnya yang telah memperhitungkan diskon selama 6 bulan pertama Tahun 2010
sebagai berikut:
Tabel 2. Perusahaan “A” Rencana Pengumpulan Piutang Periode Januari s/d
Juni 2007 (dalam jutaan rupiah)
Bulan
Penjualan |
Penjualan
Kredit |
Bulan Pengumpulan Piutang |
||||||
Jan. |
Peb. |
Maret |
April |
Mei |
Juni |
Juli |
||
Januari
|
3.000 |
- |
1.4551) |
9001) |
3001) |
3001) |
- |
- |
Pebruari |
3.000 |
- |
- |
1.4552) |
9002) |
3002) |
3002) |
- |
Maret |
3.600 |
- |
- |
- |
1.7463) |
1.0803) |
3603) |
3603) |
April |
3.600 |
- |
- |
- |
- |
1.746 |
1.080 |
360 |
Mei |
4.800 |
- |
- |
- |
- |
- |
2.3284) |
1.4404) |
Juni |
4.800 |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
2.328 |
Jumlah |
22.800 |
- |
1.455 |
1.355 |
2.946 |
3.426 |
4.068 |
4.488 |
Keterangan:
Penjualan
Kredit Bulan Januari =
Rp. 3.000.000
1) Penerimaan Piutang Bulan Pebruari:
Pada periode diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
Diskon = 5% x Rp. 900.000 =
Rp. 45.000
=
Rp. 855.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 3.000.000 = Rp.
600.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Pebruari =
Rp. 1.455.000
1) Penerimaan
piutang Bulan Maret = 30% x Rp.
3.000.000 = Rp. 900.000
1) Penerimaan
piutang Bulan April = 10% x Rp.
3.000.000 = Rp. 300.000
1) Penerimaan
piutang Bulan Mei = 10% x Rp.
3.000.000 = Rp. 300.000
Penjualan
Kredit Bulan Pebruari =
Rp. 3.000.000
2) Penerimaan Piutang Bulan Maret:
Pada periode diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
Diskon = 5% x Rp. 900.000 =
Rp. 45.000
=
Rp. 855.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 3.000.000 = Rp.
600.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Maret =
Rp. 1.455.000
2) Penerimaan piutang Bulan April = 30% x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
2) Penerimaan piutang Bulan Mei = 10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000
2) Penerimaan piutang Bulan Juni =
10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000
Penjualan
Kredit Bulan Maret =
Rp. 3.600.000
3) Penerimaan Piutang Bulan April:
Pada periode diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 3.600.000 = Rp. 1.080.000
Diskon = 5% x Rp. 1.080.000 =
Rp. 54.000
=
Rp. 1.026.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 3.600.000 = Rp.
720.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan April =
Rp. 1.746.000
3) Penerimaan piutang Bulan Mei = 30% x Rp. 3.600.000 = Rp. 1.080.000
3) Penerimaan piutang Bulan Juni = 10% x Rp. 3.600.000 = Rp. 360.000
3) Penerimaan piutang Bulan Juli =
10% x Rp. 3.600.000 = Rp. 360.000
Penjualan
Kredit Bulan Mei =
Rp. 4.800.000
4) Penerimaan
Piutang Bulan Juni:
Pada periode diskon (1 – 20 hari)
= 30% x Rp. 4.800.000 = Rp.
1.440.000
Diskon = 5% x Rp. 1.440.000 =
Rp. 72.000
=
Rp. 1.368.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 4.800.000 = Rp.
600.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Juni = Rp.
1.455.000
4) Penerimaan piutang Bulan Juli =
30% x Rp. 4.800.000 = Rp. 1.440.000
dan seterusnya
untuk penerimaan piutang bulan-bulan selanjutnya.
4. RISIKO PENJUALAN KREDIT
Keberhasilan atau
kegagalan kebijakan penjualan kredit yang ditetapkan perusahaan terutama
tergantung pada permintaan atas produk yang dijualnya. Semakin tinggi
permintaan atas produk yang ditawarkan, maka semakin menguntungkan penjualan
produk yang bersangkutan. Kebijakan penjualan secara kredit akan meningkatkan
penjualan perusahaan, tetapi juga menimbulkan risiko. Namun, beberapa risiko
yang mungkin timbul dengan kebijakan kredit ini adalah: periode pengumpulan
piutang yang tidak tepat, piutang yang tidak tertagih atau pembeli tidak
membayar hutangnya kepada perusahaan (kredit macet) dan besarnya investasi yang
tertanam dalam piutang tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari
kebijakan kredit tersebut.
Untuk mengurangi dan
memperkecil risiko kredit di atas, perusahaan dapat menilai calon debitur
berdasar 5K (Karakter, Kapital, Kolateral, Kapasitas dan Kondisi Ekonomi)
sebagaimana telah dijelaskan di muka. Di samping itu, perusahaan juga perlu
memperkirakan besarnya risiko yang mungkin akan dialami berdasarkan
pengalaman-pengalaman masa lain dengan menganalisa persentase besarnya piutang
yang tidak tertagih dan mengklasifikasikan pelanggan menurut lamanya umur
piutang.
Contoh
3.
Suatu perusahaan akan
meningkatkan penjualan kreditnya sebesar Rp. 10.000.000 dengan jangka waktu
kredit maksimal 4 bulan (120 hari). Berdasarkan pengalaman, piutang yang tidak
dapat ditagih (kredit macet) dikaitkan dengan umur piutang adalah sebagai
berikut:
Tabel 3. Umur Piutang, Penjualan Kredit dan Kredit Macet
Umur
Piutang (hari) |
Penjualan
Kredit |
Piutang
Tidak Tertagih |
||
% |
Jumlah |
% |
Jumlah |
|
0
– 20 |
50
% |
Rp. 5.000.000 |
1
% |
Rp. 50.000 |
21
– 30 |
20
% |
Rp. 2.000.000 |
2
% |
Rp. 40.000 |
31
– 60 |
10
% |
Rp. 1.000.000 |
4
% |
Rp. 40.000 |
61
– 90 |
15
% |
Rp. 1.500.000 |
4
% |
Rp. 60.000 |
91 – 120 |
5
% |
Rp. 500.000 |
10
% |
Rp. 50.000 |
Jumlah |
Rp.
10.000.000 |
|
Rp.
240.000 |
Tabel
di atas menunjukkan bahwa risiko besarnya piutang yang tidak tertagih (bad
debt) adalah = Rp. 240.000 atau sebesar (Rp. 240.000 : Rp. 10.000.000) x
100% = 2,4%. Apabila tambahan barang yang dijual secara kredit tersebut
memiliki harga pokok penjualan sebesar Rp. 7.000.000 dan mengakibatkan
bertambahnya biaya operasi sebesar Rp. 1.000.000, maka manfaat (keuntungan)
yang diperoleh adalah:
Tambahan Penjualan Kredit
|
= |
Rp.
10.000.000 |
Harga Pokok
Penjualan |
= |
Rp. 7.000.000 |
Tambahan Laba Kotor |
= |
Rp. 3.000.000 |
Tambahan Biaya
Operasi |
= |
Rp. 1.000.000 |
Tambahan Keuntungan |
= |
Rp. 2.000.000 |
Piutang Tidak
Tertagih |
= |
Rp. 240.000 |
Tambahan Keuntungan
Bersih |
= |
Rp. 1.760.000 |
Apabila risiko piutang tidak tertagih sudah dapat
diperkirakan, maka informasi tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan arus
kas masuk dari piutang, yaitu dengan mengurangkan piutang yang ada dengan
perkiraan risiko yang tidak tertagih.
5. KEBIJAKAN PENAMBAHAN JANGKA WAKTU KREDIT
Kebijakan
perusahaan untuk menambah penjualan kredit dapat dilakukan dengan memperpanjang
jangka waktu pengembalian kredit. Kebijakan ini akan meningkatkan penjualan
yang berasal dari pelanggan lama dan masuknya pelanggan baru. Namun demikian,
perpanjangan jangka waktu kredit akan meningkatkan biaya yang harus ditanggung
oleh perusahaan, misalnya tambahan dana untuk investasi pada modal kerja,
investasi pada aktiva tetap dan investasi pada piutang itu sendiri.
Perpanjangan jangka
waktu kredit dibenarkan apabila hasil (return) yang diharapkan dari
perpanjangan waktu kredit tersebut lebih besar daripada biaya yang harus
dikeluarkan akibat kebijakan tersebut. Sebaliknya apabila perpanjangan jangka
waktu kredit mengakibatkan biaya yang harus ditanggung lebih besar daripada
hasil yang diperoleh, maka kebijakan tersebut tidak menguntungkan. Untuk lebih
jelasnya, kita lihat contoh berikut.
Contoh 4.
Perusahaan “A” dalam
Tahun 2010 telah melakukan penjualan hasil produksinya sebanyak 80.000 unit.
Seluruh penjualan dilakukan secara kredit dengan jangka waktu 30 hari,
Perusahaan merencanakan meningkatkan penjualannya pada tahun-tahun yang akan
datang dengan mengubah jangka waktu kreditnya menjadi 60 hari. Dengan mengubah
jangka waktu kredit, penjualan Tahun 2001 diharapkan akan naik sebesar 25%.
Biaya produksi yang ditanggung perusahaan meliputi biaya tetap sebesar Rp.
22.000.000, biaya variabel per unit Rp. 150,-. Sedangkan harga penjualan per
unit adalah Rp. 500,-. Apabila jangka waktu diperpanjang menjadi 60 hari, maka
biaya tambahan modal yang diperhitungkan sebesar 30%. Apakah kebijakan
perpanjangan jangka waktu kredit tersebut perlu dilaksanakan?
Untuk menyelesaikan
masalah di atas, perlu kita lakukan penghitungan manfaat kenaikan penjualan dan
biaya yang dikeluarkan dengan perpanjangan waktu kredit, yaitu:
1. Menghitung laba Tahun 2010 : Penjualan 80.000 unit
Penjualan = 80.000 x Rp. 500 = Rp. 40.000.000
Biaya Tetap =
Rp. 22.000.000
Biaya Variabel = 80.000 x Rp. 150 = Rp. 12.000.000
Harga Pokok Penjualan =
Rp. 34.000.000
Laba =
Rp. 6.000.000
2. Menghitung laba Tahun 2011 : Penjualan 125% x
80.000 unit = 100.000 unit
Penjualan = 100.000 x Rp. 500 = Rp. 50.000.000
Biaya Tetap =
Rp. 22.000.000
Biaya variabel - 100.000 x Rp. 150 = Rp. 15.000.000
Harga pokok penjualan =
Rp. 37.000.000
Laba =
Rp. 13.000.000
3. Menghitung Tambahan laba dan biaya modal Tahun
2011
Dengan perpanjangan
waktu kredit dari 30 hari menjadi 60 hari, maka tambahan laba yang diperoleh
adalah = Rp. 13.000.000 – Rp. 6.000.000 = Rp. 7.000.000,-Sedangkan tambahan
biaya modal dengan tambahan investasi piutang dapat dihitung sebagai berikut:
Investasi Piutang Tahun 2010 = = Rp. 2.833.333
Investasi Piutang Tahun 2011 = = Rp. 6.166.667
Tambahan modal
investasi = Rp. 6.166.667 – Rp. Rp 2.833.333 = Rp. 3.333.333
Tambahan biaya modal
= 30% x Rp. 3.333.333 = Rp. 999.999,99 = Rp. 1.000.000
Dari penghitungan
tambahan laba dan tambahan biaya di atas ternyata perpanjangan jangka waktu
kredit akan menghasilkan tambahan laba (Rp. 7.000.000) lebih besar dibanding
tambahan biaya modalnya, yakni Rp. 1.000.000. Oleh karena itu, kebijakan
memperpanjang jangka waktu kredit dapat dibenarkan.
6. SOAL DAN PENYELESAIANNYA
Soal 1.
Apabila Perusahaan
“A” melakukan kebijakan penjualan kredit yang berdiskon dengan syarat
pembayaran 2 / 10, net / 30. Untuk Tahun 2010, perusahaan menetapkan penjualan
kreditnya sebesar 50% dari total penjualan dengan jangka waktu kredit selama 3
bulan. Dari pengalaman penjualan kredit dengan diskon yang diberikan kepada
pembeli, cara pembayaran-nya sebagai berikut:
a. Sebanyak 30 % membayar dalam waktu 1 s/d 10 hari
setelah bulan penjualan.
b. Sebanyak 20 % membayar dalam waktu 11 s/d 30 hari
setelah bulan penjualan
c. Sebanyak 30 % membayar dalam waktu 31 s/d 60 hari
setelah bulan penjualan
d. Sebanyak 10 % membayar dalam waktu 61 s/d 90 hari
setelah bulan penjualan.
e. Sebanyak 10 % membayar dalam waktu 91 s/d 120 hari
setelah bulan penjualan.
Penjualan
kredit yang direncanakan selama 6 bulan pertama Tahun 2010 adalah:
Bulan |
Penjualan
Total |
Penjualan
Tunai |
Penjualan
Kredit |
Januari
|
Rp. 10.000.000 |
Rp. 5.000.000
|
Rp. 5.000.000
|
Pebruari |
Rp.
10.000.000 |
Rp.
5.000.000 |
Rp.
5.000.000 |
Maret |
Rp.
12.000.000 |
Rp.
6.000.000 |
Rp.
6.000.000 |
April |
Rp.
12.000.000 |
Rp.
6.000.000 |
Rp.
6.000.000 |
Mei |
Rp.
16.000.000 |
Rp.
8.000.000 |
Rp.
8.000.000 |
Juni |
Rp.
18.000.000 |
Rp.
9.000.000 |
Rp.
9.000.000 |
Dari data tersebut, buatlah rencana
pengumpulan piutang yang telah memperhitungkan diskon selama 6 bulan pertama
Tahun 2010.
Penyelesaiannya:
Rencana
pengumpulan piutang yang telah memperhitungkan diskon selama 6 bulan pertama
Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Tabel
4. Perusahaan "A" Rencana
Pengumpulan Piutang Periode Januari s/d Juni 2010 (dalam jutaan rupiah)
Bulan
Penjualan |
Penjualan
Kredit |
Bulan
Pengumpulan Piutang |
||||||
Jan. |
Peb. |
Maret |
April |
Mei |
Juni |
Juli |
||
Januari
|
5.000 |
- |
2.4701) |
1.5001) |
5001) |
5001) |
- |
- |
Pebruari |
5.000 |
- |
- |
2.4702) |
1.5002) |
5002) |
5002) |
- |
Maret |
6.000 |
- |
- |
- |
2.9643) |
1.8003) |
6003) |
6003) |
April |
6.000 |
- |
- |
- |
- |
2.964 |
1.800 |
600 |
Mei |
8.000 |
- |
- |
- |
- |
- |
3.9524) |
2.4004) |
Juni |
9.000 |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
4.4465) |
Jumlah |
39.000 |
- |
2.470 |
3.970 |
4.964 |
5.764 |
6.852 |
8.246 |
Keterangan:
Penjualan
Kredit Bulan Januari =
Rp. 5.000.000
1) Penerimaan Piutang Bulan Pebruari:
Pada periode diskon (1 – 10 hari) = 30% x Rp. 5.000.000 = Rp. 1.500.000
Diskon = 2% x Rp. 1.500.000 =
Rp. 30.000
=
Rp. 1.470.000
Periode tidak berdiskon (11 – 30 hari) = 20% x Rp. 5.000.000 = Rp. 1.000.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Pebruari =
Rp. 2.470.000
1) Penerimaan
piutang Bulan Maret = 30% x Rp.
5.000.000 = Rp. 1.500.000
1) Penerimaan
piutang Bulan April = 10% x Rp.
5.000.000 = Rp. 500.000
1) Penerimaan
piutang Bulan Mei = 10% x Rp.
5.000.000 = Rp. 500.000
Penjualan
Kredit Bulan Pebruari =
Rp. 5.000.000
2) Penerimaan Piutang Bulan Maret:
Pada periode diskon (1 – 10 hari)
= 30% x Rp. 5.000.000 = Rp.
1.500.000
Diskon = 2% x Rp. 1.500.000 =
Rp. 30.000
=
Rp. 1.470.000
Periode tidak berdiskon (11 – 30 hari) = 20% x Rp. 5.000.000 = Rp. 1.000.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Maret =
Rp. 2.470.000
2) Penerimaan
piutang Bulan April = 30% x Rp.
5.000.000 = Rp. 1.500.000
2) Penerimaan
piutang Bulan Mei = 10% x Rp.
5.000.000 = Rp. 500.000
2) Penerimaan piutang Bulan Juni =
10% x Rp. 5.000.000 = Rp. 300.000
Penjualan
Kredit Bulan Maret =
Rp. 6.000.000
3) Penerimaan Piutang Bulan April:
Pada periode diskon (1 – 10 hari)
= 30% x Rp. 6.000.000 = Rp.
1.800.000
Diskon = 2% x Rp. 1.800.000 =
Rp. 36.000
=
Rp. 1.764.000
Periode tidak berdiskon (11 – 30 hari) = 20% x Rp. 6.000.000 = Rp. 1.200.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan
April =
Rp. 2.964.000
3) Penerimaan
piutang Bulan Mei = 30% x Rp.
6.000.000 = Rp. 1.800.000
3) Penerimaan
piutang Bulan Juni = 10% x Rp.
6.000.000 = Rp. 600.000
3) Penerimaan piutang Bulan Juli =
10% x Rp. 6.000.000 = Rp. 600.000
Aliran
kas penerimaan penjualan Bulan April sama dengan Bulan Maret
Penjualan
Kredit Bulan Mei =
Rp. 8.000.000
4) Penerimaan Piutang Bulan Juni:
Pada periode diskon (1 – 10 hari) = 30% x Rp. 8.000.000 = Rp. 2.400.000
Diskon = 5% x Rp. 2.400.000 =
Rp. 48.000
=
Rp. 2.352.000
Periode tidak berdiskon (11 – 30 hari) = 20% x Rp. 8.000.000 = Rp. 1.600.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Juni =
Rp. 3.952.000
4) Penerimaan
piutang Bulan Juli = 30% x Rp.
8.000.000 = Rp. 2.400.000
dan seterusnya untuk penerimaan piutang bulan-bulan selanjutnya.
Penjualan
Kredit Bulan Juni =
Rp. 9.000.000
5) Penerimaan
Piutang Bulan Juli:
Pada periode diskon (1 – 10 hari) = 30% x Rp. 9.000.000 = Rp. 2.700.000
Diskon = 5% x Rp. 2.700.000 =
Rp. 54.000
=
Rp. 2.646.000
Periode tidak berdiskon (11 – 30 hari) = 20% x Rp. 9.000.000 = Rp. 1.800.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Juni =
Rp. 4.446.000
5) Penerimaan piutang Bulan Juli =
30% x Rp. 9.000.000 = Rp. 2.700.000
dan seterusnya untuk penerimaan piutang bulan-bulan selanjutnya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.