blog berisi artikel tentang pengetahuan,trendy dan inspiratif

test

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

My Blog List

Popular Posts

Thursday, November 4, 2021

TINJAUAN AKUNTANSI DARI PERSPEKTIF ONTOLOGI

 

TINJAUAN AKUNTANSI DARI PERSPEKTIF ONTOLOGI

 


 

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar belakang

Akuntansi merupakan sebuah disiplin dalam ilmu sosial yang berkembang sejak abad ke-15 seiring dengan perkembangan kapitalisme (Bryer, 1993; Chapiello, 2007). Pada awal perkembangannya, akuntansi diciptakan sebagai sebuah metode pencatatan dan pelaporan usaha yang dimiliki perorangan. Namun saat ini akuntansi telah menjelma menjadi subsistem penting yang menopang kegiatan pemerintahan dan perusahaan dalam menyediakan informasi untuk membuat keputusan.

Ilmu akuntansi merupakan penggabungan antara rasionalisme dan emperisme karena akuntansi merupakan ilmu yang menggunakan pemikiran untuk menganalisis data transaksi akuntansi dalam pembuatan laporan keuangan dimana data transaksi akuntansi merupakan hal yang kongkrit dapat direspon oleh panca indera manusia. Akuntansi adalah sebuah disiplin ilmu maupun praktik yang bersifat dinamis dan mengikuti perubahan lingkungan. Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa akuntansi sangat dipengaruhi oleh lingkungannya (Morgan, 1988; Hines, 1989; dan Francis, 1990), namun di sisi yang lain akuntansi juga dapat mempengaruhi lingkungannya (Mathews dan Perera, 1993).

Fakta menunjukkan banyaknya skandal akuntansi dan manipulasi laporan keuangan yang melanda perusahaan serta rendahnya kepedulian mereka akan tanggung jawab sosial dan lingkungan menyiratkan bahwa terjadi perubahan yang sangat besar pada para pelaku akuntansi. Kondisi ini menunjukkan bahwa akuntansi telah gagal untuk menggambarkan realitas bisnis secara utuh. Triyuwono (2006) menyatakan bahwa akuntansi modern tidak mampu merefleksikan realitas non ekonomi yang diciptakan perusahaan. Ia hanya mampu mengakui dan merefleksikan peristiwa ekonomi saja.

Sebagai upaya untuk mengembalikan serta meningkatkan nilai dan martabat ilmu akuntansi, dalam pengembangannya, akuntansi tidak terlepas dari filsafatnya. Filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat lahir sebagai jawaban (klarifikasi) untuk menjelaskan bahwa temuan-temuan pada cabang ilmu memberikan implikasi pada kehidupan manusia. Filsafat ilmu diharapkan dapat mengembalikan akuntansi pada hakikatnya serta berkembang sesuai harapan, dan tata nilai hakiki yang dimilikinya.

Didalam menerapkan ilmu akuntansi di lingkungannya, baik di lingkungan kerja maupun di lingkungan masyarakat. Konsep diri seorang akuntan tidak terlepas dari ilmu akuntansi yang membawanya. Gotsis dan Kortezi (2008) menjelakan bahwa philosophy of science sangat mempengaruhi cara pandang seseorang di dalam melihat dan bertindak. Begitu pula dengan ilmu akuntansi tidak terlepas dari filsafat ilmu. Filsafat ilmu yang membuat ilmu tersebut lebih mengarah ke arah ilmu yang wise. Ilmu pengetahuan yang seperti apa yang merupakan ilmu yang benar dipelajari di dalam filsafat.

Pada makalah ini penulis akan membahas bagaimana relevansi filsafat Ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan kajian praktik akuntansi dengan melihat akuntansi dari berbagai perspektif yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Selain itu juga akan dibahas implikasi hakekat akuntan dengan berbagai macam kesadaran yang melekat di dirinya yang secara spesifik menggambarkan hubungan akuntansi dengan manusia, akuntansi dengan alam dan hubungan akuntansi dengan Tuhan.Dalam aspek ontologi, ilmu akuntansi menjelaskan apa isi atau hal yang ditelaah dalam ilmu akuntansi tersebut.

B.     KAJIAN PUSTAKA

Filsafat Ilmu dan Akuntansi

Pengetahuan (knowledge) berbeda dengan ilmu pengetahuan (science). Pengetahuan adalah sesuatu yang bisa ketahui melalui inderawi.  Sedangkan ilmu pengetahuan (science) adalah bagian dari pengetahuan atau filsafat ilmu pengetahuan adalah bagian dari filsafat ilmu (epistemologi). Filsafat ilmu menurut Liang Gie (1987) dalam Gotsis dan Kortezi (2008) adalah segenap pemikiran reflektif pada persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia.

Filsafat ilmu adalah dasar bagi ilmu-ilmu yang ada. Filsafat ilmu merupakan tempat berpijak bagi ilmu-ilmu lain. Dengan filsafat manusia selalu berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Oleh karena itu dengan filsafat ilmu akan mengembangkan ilmu-ilmu yang tidak hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri, tetapi juga melihat pada hakekat ilmu dengan pengetahuan yang lain. Contoh: Ilmu akuntansi yang ada sekarang ini sudah berkembang lebih luas. Ilmu akuntansi tidak lagi hanya mempersoalkan perhitungan debet dan kredit saja di dalam laporan keuangan tetapi ilmu akuntansi sudah mengarah kepada ilmu- ilmu sosial yang berhubungan dengan realitas sosial di mana manusia sebagai obyek dari yang ditelaah. Manusia dengan segala perilaku, prinsip dan kegiatannya itulah yang akhirnya melahirkan ilmu akuntansi baru seperti akuntansi syariah yang menekankan kepada proses akuntansi yang bermuatan spiritual (Bouckaerti dan Zsolnai, 2012; Brophy, 2015).

 

Akuntansi syariah hadir sebagai ilmu akuntansi yang melihat akuntansi tidak secara duniawi tetapi juga akuntansi yang dalam prosesnya mengedepankan nilai-nilai syariah seperti penentuan bagi hasil sebagai pengganti tingkat bunga kepada nasabah bank. Akuntansi pertanggungjawaban sosial (Social Responsibility Accounting) juga hadir untuk melihat akuntansi yang mempunyai tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitarnya dan sebagainya. Kehadiran ranting-ranting baru ilmu akuntansi ini semua bertujuan untuk mencari kebenaran ilmu pengetahuan yang hakiki yang berusaha menyatukan manusia, alam dan Tuhan sehingga ilmu akuntansi akan lebih bermakna di dalam pelaksanaannya. Semua gebrakan ini dilandasai oleh filsafat ilmu yang selalu mencari kebenaran ilmu yang hakiki.

 

Akuntansi Dalam Perspektif Ontologi

Ontologi adalah teori of being atau teori keberadan. Ontologi adalah asumsi filosofis yang berkaitan dengan pandangan manusia tentang realitas yatu membicarakan sesuatu dibalik yang tampak (Suriasumantri, 1993). Ontologi berkaitan dengan obyek apa yang ingin dipelajari baik obyek material maupun obyek formal dan bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan. Obyek material adalah segala sesuatu (materi) yang dipelajari oleh ilmu pengetahuan, sedangkan obyek formal adalah sudut pandang suatu ilmu pengetahuan dalam mempelajari obyek materinyaBerdasarkan obyek yang dipelajari penulis menfokuskan pada dua aliran filsafat yaitu

Aliran realisme dan aliran idealism (Mc Pherson, 2015).

1.      Realism

Yang dicetuskan pertama kali oleh Socrates yaitu aliran yang menyatakan obyek-obyek yang diketahui adalah nyata dalam dirinya sendiri. Obyek tersebut tidak tergantung pada yang mengetahui, atau tidak tergantung pada pikiran. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi, tetapi interaksi ini tidak mempengaruhi sifat dasar dunia (Meng, 2016).

Dunia akan tetap ada sebelum pikiran menyadari dan dunia akan tetap ada setelah pikiran menyadari. Jadi dengan pernyataan di atas maka dapat disimpulkan yang obyek yang dipelajari adalah materi. Segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan materi seperti sesuatu yang tidak nyata yang meliputi mental dan spiritual bukan merupakan obyek dari yang dipelajari.

Contoh: ketika seseorang buruh mendapatkan gaji yang terlihat adalah dia senyum karena senang mendapatkan gaji, padahal kemungkinan dibalik senyumnya ada makna lain yang lebih dari sekedar materi (gaji) yang didapat yaitu kepuasan karena telah bekerja dengan baik sehingga dia puas dengan gaji yang diterima (mental) dan rasa syukur atas nikmat Allah yang diberikan kepadanya dalam bentuk gaji (spiritual). Bila dikaitkan dengan obyek formal yaitu sudut pandang suatu ilmu pengetahuan dalam mempelajari obyek materinya maka aliran realism menganut sudut pandang/paradigma positivist.

Paradigma positivist merupakan paradigma yang muncul paling awal dalam dunia ilmu pengetahuan dimana keyakinan dasar pada aliran ini menyatakan bahwa realitas berada (exist) dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hukum alam (natural law). Aliran ini berupaya mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan. Paradigma positivist sebenarnya mengadop dari ilmu alam (natural science) dimana Auguste Comte melalui karyanya, The Course of Positive Philosopy berusaha menerapkan metode-metode dengan presisi kuantitatif ilmu-ilmu alam (terutama fisika, matematika dan biologi) untuk menemukan prinsip-prinsip keteraturan dan perubahan di dalam masyarakat sehingga menghasilkan susunan pengetahuan baru yang bisa dipakai untuk mereorganisasi masyarakat demi perbaikan umat manusia.

Salah satu ciri paling penting dari paradigma ini adalah keyakinan bahwa fenomena sosial itu memilki pola dan tunduk pada hukum deterministis seperti layaknya hukum-hukum yang mengatur ilmu alam. Jadi yang merupakan obyek yang dipelajari dalam paradigma positivist adalah fenomena sosial yang nyata dan bersifat materi dan bagaimana inderawi menangkap obyek sehinga membuahkan ilmu pengetahuan. Contoh: fenomena sosial yang terjadi di perbankan misalkan ketika suku bunga deposito naik maka semakin banyak nasabah yang membuka rekening deposito di bank. Fenomena ini dapat ditangkap oleh inderawi dan ada hubungan materi antara suku bunga dengan banyaknya nasabah yang pada akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan. Fenomena sosial ini bisa membuahkan ilmu pengetahuan apabila dilakukan penelitian secara mendalam terhadap fenomena ini misalkan untuk melihat pengaruh suku bunga deposito terhadap peningkatan jumlah nasabah bank.

2.      Idealism

Yaitu aliran filsafat ilmu yang mengedepankan ide sebagai obyek. Semua bentuk realita adalah hasil pemikiran dari  ide. Misalkan ketika kita melihat wujud handphone atau alat teknologi lainnya sebenarnya itu adalah hasil dari ide atau pemikiran manusia yang diwujudkan idenya berupa alat yaitu handphone. Pencetus dari aliran ini adalah Plato. Idealism muncul karena adanya   feed back dari realism yang mengagungkan materi sebagai obyek yang dipelajari. Aliran ini menyatakan bahwa ide akan selalu ada ketika manusia hidup dan berpikir. Dengan berjalannya waktu idealism akan selalu ada sepanjang ada kehidupan. Obyek material dari idealism adalah pemikiran/ide/gagasan. Pemikiran/ide/gagasan manusia yang bersifat abstrak tidak bisa dipegang dan tidak real inilah yang bisa melihat fenemona sosial lebih berwarna, lebih subyektif bahkan lebih beragam tergantung dari sudut pandang manusia itu sendiri. Contoh: produk bank seperti e-money (elektronik money) yang berwujud kartu yang launching beberapa bulan terakhir ini kita melihat tidak hanya sekedar melihat kartu saja sebagai wujudnya tetapi lebih dari itu e-money merupakan pemikiran/ide/gagasan manusia yang bersifat tidal real atas fenomena sosial yang terjadi saat ini dimana manusia selalu menginginkan kepraktisan, kecepatan dan kemudahan di dalam melakukan  transaksi keuangan. Sedangkan bila dikaitkan dengan obyek formal yaitu sudut pandang suatu ilmu pengetahuan dalam mempelajari obyek materinya maka aliran idealism adalah kebalikan dari paham positivist yaitu menganut sudut pandang atau paradigma non positivist dengan berbagai paradigma yaitu interpretivist, critical postmodernist dan spiritualist. Pemikiran/ide/gagasan inilah yang akan terus mengembangkan ilmu pengetahuan yang benar dengan  kesadaran manusia yang selalu mencari jati dirinya untuk menjadi lebih bermakna ke arah spiritual.

Berbeda dengan realism, idealism lebih mengarah kepada social science yaitu lebih melihat fenomena sosial yang terjadi itu adalah hubungan interaksi antara berbagai macam manusia yang memiliki pemikiran/ide/gagasan bahkan makna yang berbeda-beda walaupun pada waktu dan tempat yang sama. Fenomena sosial dipahami secara subyektif.

 Contoh: Pencapaian Laba yang tinggi pada akhir tahun di bank memberikan makna yang berbeda-beda terhadap karyawannya. Bagi seorang karyawan dengan level asisten ke bawah, makna laba diartikan sebagai materi dikaitkan dengan bonus tahunan yang akan mereka dapatkan ketika laba meningkat. Berbeda halnya makna laba bagi level manager hingga pimpinan tertinggi, makna laba yang tinggi lebih diartikan sebagai leadership yaitu tanggung jawab yang lebih besar dalam memimpin karyawan dibawahnya agar terus dapat mempertahankan dan meningkatkan laba di tahun berikutnya. Makna laba sebagai materi bukan merupakan prioritas utama mereka lagi. Ada tanggung jawab leadership yang lebih besar dibalik makna laba disamping sekedar bonus (materi).

Kedua aliran filsafat inilah yang akan membawa ilmu akuntansi kepada pemahaman tentang kebenaran ilmu pengetahuan serta pengembangan ilmu yang benar.





 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Post Top Ad

Your Ad Spot

welcome to my world