TINJAUAN AKUNTANSI DARI PERSPEKTIF ONTOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Akuntansi merupakan sebuah disiplin dalam ilmu sosial yang
berkembang sejak abad ke-15 seiring dengan perkembangan kapitalisme (Bryer,
1993; Chapiello, 2007). Pada awal perkembangannya, akuntansi diciptakan sebagai
sebuah metode pencatatan dan pelaporan usaha yang dimiliki perorangan. Namun
saat ini akuntansi telah menjelma menjadi subsistem penting yang menopang
kegiatan pemerintahan dan perusahaan dalam menyediakan informasi untuk membuat
keputusan.
Ilmu akuntansi merupakan penggabungan antara rasionalisme dan
emperisme karena akuntansi merupakan ilmu yang menggunakan pemikiran untuk
menganalisis data transaksi akuntansi dalam pembuatan laporan keuangan dimana
data transaksi akuntansi merupakan hal yang kongkrit dapat direspon oleh panca
indera manusia. Akuntansi adalah sebuah disiplin ilmu maupun praktik yang
bersifat dinamis dan mengikuti perubahan lingkungan. Hal ini sejalan dengan
pemahaman bahwa akuntansi sangat dipengaruhi oleh lingkungannya (Morgan, 1988;
Hines, 1989; dan Francis, 1990), namun di sisi yang lain akuntansi juga dapat
mempengaruhi lingkungannya (Mathews dan Perera, 1993).
Fakta menunjukkan banyaknya skandal akuntansi dan manipulasi
laporan keuangan yang melanda perusahaan serta rendahnya kepedulian mereka akan
tanggung jawab sosial dan lingkungan menyiratkan bahwa terjadi perubahan yang
sangat besar pada para pelaku akuntansi. Kondisi ini menunjukkan bahwa
akuntansi telah gagal untuk menggambarkan realitas bisnis secara utuh.
Triyuwono (2006) menyatakan bahwa akuntansi modern tidak mampu merefleksikan
realitas non ekonomi yang diciptakan perusahaan. Ia hanya mampu mengakui dan
merefleksikan peristiwa ekonomi saja.
Sebagai upaya untuk mengembalikan serta meningkatkan nilai
dan martabat ilmu akuntansi, dalam pengembangannya, akuntansi tidak terlepas dari
filsafatnya. Filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat lahir sebagai jawaban
(klarifikasi) untuk menjelaskan bahwa temuan-temuan pada cabang ilmu memberikan
implikasi pada kehidupan manusia. Filsafat ilmu diharapkan dapat mengembalikan
akuntansi pada hakikatnya serta berkembang sesuai harapan, dan tata nilai
hakiki yang dimilikinya.
Didalam menerapkan ilmu akuntansi di lingkungannya, baik di lingkungan kerja maupun di lingkungan masyarakat. Konsep diri seorang
akuntan tidak terlepas
dari ilmu akuntansi
yang membawanya. Gotsis dan Kortezi (2008)
menjelakan bahwa philosophy of science sangat
mempengaruhi cara pandang seseorang di dalam melihat dan bertindak.
Begitu pula dengan ilmu akuntansi tidak terlepas dari filsafat ilmu. Filsafat ilmu yang membuat
ilmu tersebut lebih mengarah
ke arah ilmu yang wise. Ilmu
pengetahuan yang seperti apa yang merupakan ilmu yang benar dipelajari di dalam
filsafat.
Pada makalah ini penulis akan membahas bagaimana relevansi filsafat Ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan kajian praktik akuntansi dengan melihat akuntansi dari berbagai perspektif yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Selain itu juga akan dibahas implikasi hakekat akuntan dengan berbagai macam kesadaran yang melekat di dirinya yang secara spesifik menggambarkan hubungan akuntansi dengan manusia, akuntansi dengan alam dan hubungan akuntansi dengan Tuhan.Dalam aspek ontologi, ilmu akuntansi menjelaskan apa isi atau hal yang ditelaah dalam ilmu akuntansi tersebut.
B. KAJIAN PUSTAKA
Filsafat Ilmu dan Akuntansi
Pengetahuan (knowledge) berbeda dengan ilmu pengetahuan (science). Pengetahuan adalah sesuatu yang bisa ketahui
melalui inderawi. Sedangkan ilmu
pengetahuan (science) adalah bagian
dari pengetahuan atau filsafat ilmu pengetahuan adalah bagian dari filsafat ilmu (epistemologi). Filsafat
ilmu menurut Liang Gie (1987) dalam Gotsis dan Kortezi
(2008) adalah segenap pemikiran reflektif pada persoalan-persoalan mengenai
segala hal yang menyangkut landasan
ilmu maupun hubungan
ilmu dengan segala segi kehidupan
manusia.
Filsafat ilmu adalah dasar bagi ilmu-ilmu yang ada. Filsafat
ilmu merupakan tempat berpijak
bagi ilmu-ilmu lain. Dengan filsafat manusia selalu berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh
kepastian dan kebenaran yang hakiki.
Oleh karena itu dengan filsafat
ilmu akan mengembangkan ilmu-ilmu yang tidak hanya
dari segi pandang ilmu itu sendiri, tetapi
juga melihat pada hakekat ilmu dengan pengetahuan yang lain. Contoh: Ilmu akuntansi yang ada sekarang
ini sudah berkembang lebih luas. Ilmu akuntansi tidak lagi hanya mempersoalkan perhitungan debet dan kredit saja di dalam laporan keuangan tetapi ilmu akuntansi sudah
mengarah kepada ilmu- ilmu sosial
yang berhubungan dengan realitas sosial di mana manusia sebagai obyek dari yang ditelaah. Manusia
dengan segala perilaku,
prinsip dan kegiatannya itulah yang akhirnya
melahirkan ilmu akuntansi
baru seperti akuntansi syariah yang menekankan kepada
proses akuntansi yang bermuatan spiritual
(Bouckaerti dan Zsolnai, 2012;
Brophy, 2015).
Akuntansi
syariah hadir sebagai ilmu akuntansi yang melihat akuntansi tidak secara duniawi
tetapi juga akuntansi
yang dalam prosesnya
mengedepankan nilai-nilai syariah
seperti penentuan bagi hasil sebagai
pengganti tingkat bunga kepada nasabah bank. Akuntansi
pertanggungjawaban sosial (Social Responsibility Accounting) juga
hadir untuk melihat akuntansi yang mempunyai tanggung
jawab sosial terhadap
lingkungan sekitarnya dan sebagainya.
Kehadiran ranting-ranting baru ilmu akuntansi ini semua bertujuan untuk mencari kebenaran
ilmu pengetahuan yang hakiki yang berusaha menyatukan manusia, alam dan Tuhan sehingga
ilmu akuntansi akan lebih bermakna di dalam pelaksanaannya. Semua
gebrakan ini dilandasai oleh filsafat ilmu yang selalu mencari kebenaran ilmu yang hakiki.
Akuntansi Dalam Perspektif Ontologi
Ontologi adalah teori of being atau teori keberadan. Ontologi adalah asumsi filosofis yang berkaitan dengan pandangan manusia tentang realitas yatu membicarakan sesuatu dibalik yang tampak (Suriasumantri, 1993). Ontologi berkaitan dengan obyek apa yang ingin dipelajari baik obyek material maupun obyek formal dan bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan. Obyek material adalah segala sesuatu (materi) yang dipelajari oleh ilmu pengetahuan, sedangkan obyek formal adalah sudut pandang suatu ilmu pengetahuan dalam mempelajari obyek materinyaBerdasarkan obyek yang dipelajari penulis menfokuskan pada dua aliran filsafat yaitu
Aliran
realisme dan aliran idealism (Mc Pherson, 2015).
1.
Realism
Yang dicetuskan pertama
kali oleh Socrates
yaitu aliran yang menyatakan obyek-obyek yang diketahui adalah nyata
dalam dirinya sendiri. Obyek tersebut tidak
tergantung pada yang mengetahui, atau tidak tergantung pada pikiran. Pikiran
dan dunia luar saling berinteraksi, tetapi interaksi ini tidak
mempengaruhi sifat dasar dunia (Meng, 2016).
Dunia
akan tetap ada sebelum pikiran
menyadari dan dunia akan tetap ada setelah pikiran menyadari. Jadi dengan pernyataan di atas maka dapat disimpulkan
yang obyek yang dipelajari adalah
materi. Segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan materi seperti sesuatu yang tidak nyata yang meliputi
mental dan spiritual bukan merupakan obyek
dari yang dipelajari.
Contoh:
ketika seseorang buruh mendapatkan gaji yang terlihat
adalah dia senyum karena senang mendapatkan gaji, padahal kemungkinan dibalik senyumnya ada makna
lain yang lebih dari sekedar materi (gaji)
yang didapat yaitu kepuasan karena telah bekerja dengan baik sehingga dia puas dengan gaji yang diterima
(mental) dan rasa syukur atas nikmat Allah yang
diberikan kepadanya dalam bentuk gaji (spiritual). Bila dikaitkan dengan obyek formal yaitu sudut pandang suatu
ilmu pengetahuan dalam mempelajari obyek materinya
maka aliran realism menganut sudut pandang/paradigma positivist.
Paradigma positivist merupakan paradigma yang muncul paling awal dalam dunia ilmu pengetahuan dimana keyakinan dasar pada aliran ini menyatakan bahwa realitas berada (exist) dalam kenyataan dan berjalan
sesuai dengan hukum alam (natural law).
Aliran ini berupaya
mengungkapkan kebenaran realitas
yang ada, dan bagaimana realitas
tersebut senyatanya berjalan. Paradigma positivist sebenarnya mengadop dari ilmu alam (natural science) dimana Auguste
Comte melalui karyanya,
The Course of Positive
Philosopy berusaha menerapkan metode-metode dengan presisi
kuantitatif ilmu-ilmu alam (terutama fisika,
matematika dan biologi)
untuk menemukan prinsip-prinsip keteraturan dan perubahan
di dalam masyarakat sehingga menghasilkan susunan pengetahuan baru yang bisa dipakai
untuk mereorganisasi masyarakat demi perbaikan
umat manusia.
Salah
satu ciri paling penting dari paradigma ini adalah keyakinan bahwa fenomena sosial itu memilki pola dan
tunduk pada hukum deterministis seperti layaknya
hukum-hukum yang mengatur ilmu alam. Jadi yang merupakan obyek yang dipelajari dalam paradigma positivist adalah fenomena sosial yang
nyata dan bersifat materi dan bagaimana inderawi
menangkap obyek sehinga
membuahkan ilmu pengetahuan. Contoh: fenomena sosial yang terjadi
di perbankan misalkan
ketika suku bunga
deposito naik maka semakin banyak nasabah yang membuka rekening
deposito di bank. Fenomena ini dapat ditangkap oleh inderawi dan ada hubungan
materi antara suku bunga dengan banyaknya
nasabah yang pada akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan. Fenomena
sosial ini bisa membuahkan ilmu pengetahuan apabila
dilakukan penelitian secara mendalam terhadap
fenomena ini misalkan
untuk melihat pengaruh
suku bunga deposito
terhadap peningkatan jumlah nasabah bank.
2. Idealism
Yaitu aliran filsafat ilmu yang mengedepankan ide sebagai obyek. Semua bentuk realita adalah hasil pemikiran
dari ide. Misalkan ketika kita melihat wujud handphone atau alat teknologi lainnya sebenarnya itu adalah hasil dari ide atau pemikiran manusia yang
diwujudkan idenya berupa alat yaitu handphone. Pencetus dari aliran ini
adalah Plato. Idealism muncul karena
adanya feed
back dari realism yang
mengagungkan materi sebagai obyek yang dipelajari. Aliran ini menyatakan bahwa ide akan selalu ada ketika manusia
hidup dan berpikir. Dengan berjalannya waktu idealism akan selalu ada sepanjang
ada kehidupan. Obyek material dari idealism adalah pemikiran/ide/gagasan. Pemikiran/ide/gagasan manusia yang bersifat
abstrak tidak bisa dipegang dan tidak real inilah yang bisa melihat
fenemona sosial lebih berwarna, lebih subyektif bahkan lebih
beragam tergantung dari sudut pandang manusia
itu sendiri. Contoh: produk bank seperti e-money (elektronik money) yang berwujud kartu yang launching beberapa bulan terakhir ini kita melihat
tidak hanya sekedar
melihat kartu saja sebagai wujudnya
tetapi lebih dari itu e-money merupakan pemikiran/ide/gagasan manusia yang bersifat tidal real atas fenomena
sosial yang terjadi
saat ini dimana manusia selalu menginginkan kepraktisan, kecepatan dan kemudahan
di dalam melakukan transaksi keuangan. Sedangkan bila dikaitkan dengan
obyek formal yaitu sudut pandang suatu ilmu pengetahuan dalam mempelajari obyek materinya maka aliran idealism
adalah kebalikan dari paham positivist
yaitu menganut sudut pandang atau
paradigma non positivist dengan
berbagai paradigma yaitu interpretivist, critical postmodernist dan spiritualist. Pemikiran/ide/gagasan
inilah yang akan terus mengembangkan ilmu pengetahuan yang benar dengan kesadaran manusia yang selalu mencari jati dirinya untuk menjadi lebih
bermakna ke arah spiritual.
Berbeda dengan realism, idealism lebih mengarah kepada social
science yaitu lebih melihat fenomena sosial yang terjadi itu
adalah hubungan interaksi antara berbagai
macam manusia yang memiliki pemikiran/ide/gagasan bahkan makna yang berbeda-beda walaupun pada waktu dan
tempat yang sama. Fenomena sosial dipahami
secara subyektif.
Contoh: Pencapaian Laba yang tinggi pada akhir tahun di bank memberikan makna yang berbeda-beda terhadap karyawannya.
Bagi seorang karyawan dengan level asisten ke bawah, makna laba diartikan sebagai
materi dikaitkan dengan bonus tahunan
yang akan mereka dapatkan ketika laba meningkat.
Berbeda halnya makna laba bagi level manager hingga pimpinan tertinggi, makna laba yang tinggi lebih diartikan sebagai
leadership yaitu tanggung jawab yang lebih besar dalam memimpin karyawan dibawahnya agar terus dapat
mempertahankan dan meningkatkan laba
di tahun berikutnya. Makna laba sebagai materi bukan merupakan prioritas utama mereka lagi. Ada tanggung
jawab leadership yang lebih besar dibalik makna laba disamping
sekedar bonus (materi).
Kedua
aliran filsafat inilah yang akan membawa ilmu akuntansi kepada pemahaman
tentang kebenaran ilmu pengetahuan serta pengembangan ilmu yang benar.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.