KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia rahmat
danhidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TINJAUAN AKUNTANSI DARI PERSPEKTIF ESTIMOLOGI“
tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu
untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat ilmu pengetahuan.
Dalam
hal ini saya menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan
dari semua pihak dan dengan segala kerendahan hati semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi parapembaca dan semua pihak yang membutuhkan sehingga dapat
memberikan sumbangan pengetahuan.
Ambon,4
November 2021
Usnida
zakiyah amalina
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................
1.3 Maksud dan Tujuan....................................................
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akuntansi dalam presfektif epistimologi.....................
2.1.1 Positivsm...........................................................
2.1.2 Rasionalism.......................................................
2.1.3 Empirism...........................................................
2.1.4 Critical...............................................................
KESIMPULAN.......................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Ketika kita bicara tentang filsafat ilmu pengetahuan hal
penting yang tidak boleh terlewatkan yang menjadi fokus perhatian adalah
pertama, konsep diri (self) yaitu bagaimana seseorang memandang sesuatu
terhadap realitas sosial yang ada (Khrisna, 2001; Ewest, 2015). Konsep diri
inilah yang membedakan cara pandang seseorang terhadap apa yang akan dilakukan
terhadap realitas sosial yang dihadapi. Misalnya didalam dunia perbankan bila
dihadapkan kepada nasabah yang memiliki uang yang banyak dan berpotensi,
seorang staf pemasaran berbeda cara pandangnya dengan seorang customer service
atau auditor internal. Bagi seorang staf pemasaran, bila dihadapkan pada
realitas sosial di atas maka yang ada di dalam pikiran seorang staf pemasaran
adalah bagaimana caranya agar nasabah tersebut menanamkan seluruh uang mereka
ke dalam rekenening bank mereka sehingga staf pemasaran tersebut akan tercapai
target yaitu bagaimana mendapatkan nasabah dengan nominal besar sebanyak-
banyaknya. Hal ini berbeda dengan seorang customer service yang targetnya
adalah bagaimana memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada nasabah dengan
nominal besar sesuai dengan standar pelayanan yang sudah ditetapkan sehingga
dapat meningkatkan kepuasan nasabah meminimalisir komplain di kemudian hari.
Sedangkan bagi seorang auditor internal yang ada di benaknya dalam melihat
realitas ini adalah menekankan kepada apakah
uang yang dimiliki nasabah sudah
sesuai dengan transaksi yang wajar dalam arti transaksinya tidak dilakukan
bukan transaksi yang mecurigakan dikaitkan dengan money laundry (Kulik, 2005).
Hal ini wajar karena target seorang auditor internal perbankan adalah bagaimana
bisa menemukan kasus-kasus yang mengarah kepada money laundry ataupun fraud
yang terjadi di dalam transaksi nasabah.
Dari
ketiga contoh profesi di atas maka sudah jelas bahwa konsep diri sangat
menentukan di dalam melihat realitas sosial, kemudian bagaimana dengan konsep
diri seorang akuntan? Pribadi atau diri seorang akuntan berbeda beda antara
satu dengan yang lainya. Apa dan siapa diri seorang akuntan dan sesungguhnya
menyadari siapa diri akuntan itu sendiri. Kesadaran diri yang melekat di diri
akuntan yang akan membawa akuntan kepada jati dirinya, darimana akuntan dan
kemana akuntan akan menuju itukah hakekat dari akuntan didalam menerapkan ilmu
akuntansi di lingkungannya, baik di lingkungan kerja maupun di lingkungan
masyarakat. Konsep diri seorang akuntan tidak terlepas dari ilmu akuntansi yang
membawanya. Gotsis dan Kortezi (2008) menjelakan bahwa philosophy of science sangat mempengaruhi cara pandang seseorang di
dalam melihat dan bertindak. Begitu pula dengan ilmu akuntansi tidak terlepas
dari filsafat ilmu. Filsafat ilmu yang membuat ilmu tersebut lebih mengarah ke
arah ilmu yang wise. Ilmu pengetahuan
yang seperti apa yang merupakan ilmu yang benar dipelajari di dalam filsafat.
Pada
penelitian ini penulis akan membahas bagaimana relevansi filsafat Ilmu
pengetahuan yang dikaitkan dengan kajian praktik akuntansi dengan melihat
akuntansi dari berbagai perspektif epistemology.
Berdasarkan uraian
diatas, maka penyusun telah membuat makalah yang akan membahas materi mengenai
hal tersebut. Makalah ini berjudul “TINJAUAN AKUNTANSI DARI
PERSPEKTIF EPISTEMOLOGI”.
1.2
Rumusan
masalah
a. Bagaimana tinjauan Akuntansi dalam perspektif epistemologi?
1.3
Maksud dan tujuan
a.
Untuk mengetahui bagaimana tinjauan
Akuntansi dalm perspektif epistemologi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Akuntansi Dalam Perspektif Epistemology
Epistemologi adalah teori of knowledge yang diartikan
sebagai teori pengetahuan yang benar. Epistemologi adalah cabang dari filsafat
yang mengkaji tentang pengetahuan terutama dari segi apa yang dimaksud dengan
pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan dan asal mula pengetahuan (Suriasumantri, 1993).
Ada beberapa aliran filsafat untuk memperoleh pengetahuan yaitu
2.2.1. Positivism
berpendapat bahwa kepercayaan- kepercayaan yang bersifat
dogmatis harus digantikan dengan pengetahuan yang berdasarkan fakta dan apapun
yang berada di luar pengalaman tidak perlu diperhatikan. Dalam menemukan
kebenaran, pendekatan positivist harus terukur, teramati, empiris dan bertujuan
membuat generalisasi. Auguste Comte memberikan pemaknaan bahwa positivist
menunjuk pada sesuatu yang konkret, pasti, jelas dan bermanfaat. Setiap ilmu
bebas nilai (value free) dalam menghasilkan ilmu pengetahuan. Nilai-nilai lain
seperti etika, moral dan spiritual tidak diperhatikan dalam aliran ini. Cara
pandang dalam aliran inilah yang membuat manusia dengan asumsi homo economicus semakin bersifat materialistik. Contoh: Laporan Keuangan perusahaan
semua diukur dengan materi. Setiap pos-pos yang terdapat di dalam Laporan Keuangan
hanya difokuskan kepada berapa nominal yang diperoleh yang dihitung melalui statistik
dan matematika. Laba sebagai ukuran kinerja dari perusahaan membuat para pelaku
bisnis berlomba-lomba mengejar laba yang setinggi-tingginya dengan mengesampingkan
nilai-nilai etika, moral dan spiritual dalam proses pencapaiannya. Yang ada dalam
pikiran mereka adalah bagaimana meningkatkan laba yang setinggi-tinginya
sehingga akan akan terlihat “cantik” di dalam
Laporan Keuangan perusahaan yang otomatis akan memberikan pengaruh (materi)
kepada perusahaan atas penilaian investor, kreditor dan para penguna Laporan
Keuangan lainnya. Terlebih asumsi manusia sebagai binatang ekonomi (homo economicus) yang selalu bersifat opportunistik, serakah dan tidak bermoral
yang selalu memikirkan materi di atas segalanya akan menghalalkan segala cara
dalam pencapaian laba. Kasus Enron yang membuat preseden buruk terhadap akuntan
semakin mempertanyakan hakekat akuntan yang sebenarnya karena kasus yang terjadi
bukan merupakan kecelakaan bisnis belaka tetapi merupakan bentuk keserakahan
dari para akuntan yang sudah kehilangan jati dirinya yang lebih fokus pada materialistik (Kulik, 2005).
2.2.2. Rasionalism
dimana aliran ini berupaya memperoleh kebenaran yang
didasarkan pada logika. Segala pengertian, pengetahuan dan kebenaran bersumber dari
akal, budi atau rasio. Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya dengan sama sekali
menyisihkan panca indra, sebab pengetahuan indera hanya menyesatkan saja. Menurut
aliran ini semua ilmu berasal dari pemahaman intelektual manusia yang dibangun atas
kemampuan berargumentasi secara logis. Bukan dibangun atas pengalaman empiris
tetapi lebih pada pemaknaan empiris yang didukung oleh data empiris yang
relevan. Dalam kenyataan ada pengetahuan tertentu yang bisa dibangun oleh
manusia tanpa harus atau tidak bisa mempersepsinya dengan indra terlebih dahulu
manusia bisa membangun pengetahuan. Bertitik tolak dari pandangan seperti ini, maka
rasionalisme menempatkan akal adalah salah satu sumber ilmu pengetahuan dan dalam
pandangan moderatnya berpendirian bahwa manusia memiliki potensi
mengetahui. Contoh: dalam pencapaian Laba perusahaan, aliran
ini mengganggap bahwa laba terjadi karena ada pendapatan yang diperoleh perusahaan
dan biaya yang dikeluarkan perusahaan. padahal kalau kita mencoba menelaah lebih lanjut pencapaian
laba perusahaan tidak terlepas juga dari “tangan-tangan Tuhan” misalkan doa yag
selalu dipanjatkan karyawan untuk kemakmuran perusahaan atau kegiatan spiritual
perusahaan misalnya kegiatan rutin berbagi dengan masyarakat sekitar perusahaan
yang tidak mampu sebagai wujud rasa sukur atas laba yang diperoleh perusahaan dan
kegiatan rutin spiritual lainnya. Nilai-nilai yang tidak rasional inilah yang
tidak bisa dimasukkan ke dalam akal yang tidak diakui oleh para penganut rasionalism sehingga aliran ini akan membawa
manusia kepada kebenaran ilmu yang sekuleristik
dan atheistik.
2.2.3. Empirism
dimana aliran ini berlawanan dengan rasionalism. Sumber pangkal pengetahuan bukanlah akal budi tetapi
pengalaman atau indera. Aliran ini memandang bahwa filsafat tidak ada gunanya
dalam hidup. Sedangkan yang berguna adalah ilmu yang diperoleh melalui indera
(pengalaman). Atau dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran adalah dengan meningkatkan
pengalaman (indera) sehingga kebenarannya adalah aposteriori.
Pengetahuan diperoleh dengan jalan menggunakan dan membandingkan
gagasan-gagasan yang diperoleh dari penginderaan dengan refleksinya. Berbeda dengan positivist, akal manusia hanya
merupakan tempat menampung yang secara pasif menerima hasil penginderaan
manusia.
Gejala-gejala
alamiah bersifat konkret dan diungkap lewat penginderaan dan bila ditelaah lebih
lanjut akan menghasilkan pengetahuan dengan karakteristik tertentu. Contoh: di
dalam ilmu alam (natural science) secara indera manusia dan seisinya di bumi ini
bisa berpijak karena ada gaya tarik gravitasi.
Begitu juga terjadinya fenomena alam tentang gerhana bulan,
gerhana matahari dan lainnya bisa diungkap lewat penginderaan dan menghasilkan
ilmu pengetahuan alam. Aliran ini memperoleh kebenaran ilmu dengan meningkatkan
pengalaman dan indera misal manusia bisa berjalan di bulan merupakan hasil dari
peningkatan ilmu melalui indera. Padahal semua kejadian alam dan semua yang ditangkap
melalui indera sebenarnya adalah atas kuasa dari Tuhan. Hal-hal yang tidak
nyata/konkret ini tidak diakui dalam aliran ini. Contoh lain dalam ilmu akuntansi
missal pencapaian laba yang tinggi yang diperoleh perusahaan merupakan hasil
dari strategi, leadership atau hasil
kerja keras dari karyawan dan sebagainya yang bersifat nyata dan bisa diungkap lewat
indera. Tetapi pencapaian laba yang tinggi sebenarnya juga hasil campur tangan
Allah sebagai pemilik alam semesta ini atas rejeki yang dilimpahkan kepada
makhluknya. Hal-hal yang tidak nyata yang tidak bisa diukur itu tidak diakui
dalam aliran ini. Aliran ini hanya melihat hal-hal yang empiris saja sehingga ilmu
yang didapat bisa memberikan kebenaran yang bersifat atheistik yaitu hanya memikirkan duniawi di dalam penerapannya.
2.2.4. Critical
mencoba mengatasi perdebatan antara empirisme dan rasionalisme.
Aliran ini berusaha menjawab persoalan pengetahuan. Salah satu tokohnya adalah
Immanuel Kant. Menurut Kant, waktu dan ruang adalah dua bentuk pengamatan. Akal
menerima bahan pengetahuan dari empiris (hasil pengamatan), bahan-bahan yang berasal
dari pengamatan ini masih kacau, kemudian diatur oleh akal dalam bentuk
pengamatan yakni ruang dan waktu. Bahan-bahan tersebut diurutkan, pengamatan merupakan
permulaan pengetahuan, sedangkan pengolahan oleh akal merupakan pembentukannya.
Critical
memandang bahwa realitas sebagai hal yang memang ada dalam
kenyataan sesuai dengan hukum alam, namun menurut aliran ini sesuatu hal yang
tidak bisa dirasio atau dilihat secara benar bagi manusia untuk melihat realitas
secara besar hanya dengan melalui pengamatan manusia. Oleh sebab itu critical
sangat menekankan konsep subyektifitas dalam menemukan suatu ilmu pengetahuan.
Kesimpulan
Berdasarkan pendekatan epistemologis, ilmu akuntansi
keuangan telah banyak mengalami transformasi, begitu banyaknya sehinggakita
berada di tengah-tengah salah satu yang terbesar sejak Pacioli menciptakan
double-entrydalam akuntansi(King, 2006). Dalam aspek epistemology ilmu akuntasi
menggunakan berbagai metode sesuai kebutuhannya. Contohnya metode induktif
digunakan pada saat pengambilan keputusan dan metode positivism digunakan
ketika akan membuat sebuah laporan keuangan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.