TUJUAN BUKTI AUDIT
Adapun tujuan bukti audit (Anonim :
2012) yaitu :
·
Membantu membuat keputusan tentang
penilaian risiko dengan mempertimbangkan salah saji berupa potensial yang akan
mungkin terjadi.
Penilaian
risiko audit adalah proses rekursif penelusuran bukti untuk menentukan
keyakinan dan menilai keaslian dan kebenaran bukti audit guna mendukung
penerbitan opini. Risiko audit merupakan salah satu yang menjadi perhatian
auditor dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab profesionalnya dan
kemungkinan adanya risiko audit. Risiko audit dapat ditimbulkan dari tingkat
penemuan yang direncanakan dalam menghadapi irregularities, misalnya related
party transaction (transaksi perusahaan induk dan anak atau transaksi antar
keluarga); client misstate (klien melakukan penyimpangan; kualitas komunikasi
(klien tidak kooperatif); initial audit (klien baru pertama kali audit); klien
bermasalah (Anonim : 2011).
·
Membantu menentukan prosedur audit yang
cocok dengan asersi dan penilaian resiko.
Asersi sangat penting karena membantu auditor dalam memahami bagaimana laporan keuangan mungkin disalah sajikan dan menuntun auditor dalam mengumpulkan bukti (Anonim :2009)
Manfaat Bukti Audit
Mengidentifikasi
jenis dan sumber bukti audit merupakan langkah awal yang baik san sangat
menentukan tingkat ekonomi, efisiensi dan efektivitas audit yang dilakukan.
Dengan demikian, auditor harus mengidentifikasi secara jelas sifat, mutu, dan
jumlah bukti audit yang akan dikumpulkan. Adapun manfaat bukti audit (Agung Rai
: 2008) adalah sebagai berikut :
1. Bukti
akan digunakan untuk mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi audit. Mutu
simpulan dan rekomendasi audit sangat bergantung pada bukti audit ini.
2. Bukti-bukti audit mempunyai peran yang sangat penting terhadap keberhasilan pelaksanaan audit. Oleh karena itu, bukti-bukti audit harus mendapatkan perhatian auditor sejak tahap perencanaan audit sampai dengan akhir proses audit.
JENIS JENIS BUKTI AUDIT
Bukti audit dapat dikelompokkan ke dalam 9 jenis bukti. Berikut ini dikemukakan kesembilan jenis bukti tersebut:
1. Struktur
Pengendalian Intern
Struktur
pengendalian intern dapat dipergunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat
dipercayai data akuntansi. Kuat lemahnya struktur pengendalian intern merupakan
indikator utama yang menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh
karena itu, struktur pengendalian intern merupakan bukti yang kuat untuk
menentukan dapat atau tidaknya informasi keuangan dipercaya.
2. Bukti
Fisik
Bukti
fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan
persediaan. Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud.
Pemeriksaan langsung auditor secara fisik terhadap aktiva merupakan cara yang
paling objektif dalam menentukan kualitas yang bersangkutan. Oleh karena itu,
bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti fisik
diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi penghitungan, dan
observasi. Pada umumnya biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisk
berkaitan erat dengan keberadaan atau kejadian, kelengkapan, dan penilaian atau
alokasi.
3. Catatan
Akuntansi
Catatan
akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk membuat laporan
keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan obyek yang
diperiksa dalam audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi
merupakan obyek audit. Obyek audit adalah laporan keuangan. Tingkat dapat
dipercayanya catatan akuntansi tergantung kuat lemahnya struktur pengendalian
intern.
4. Konfirmasi
Konfirmasi
merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak
ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang
berdampak terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang
sangat tinggi reliabilitasnya karena berisi informasi yang berasal dari pihak
ketiga secara langsung dan tertulis. Konfirmasi sangat banyak menghabiskan
waktu dan biaya. Ada tiga jenis konfirmasi, yaitu:
a. Konfirmasi
positif
b. Blank
confirmation
c. Konfirmasi
negatif
Konfirmasi yang dilakukan auditor
pada umumnya dilakukan pada pemeriksaan:
a. Kas
di bank dikonfirmasikan ke bank klien.
b. Piutang
usaha dikonfirmasikan ke pelanggan.
c. Persediaan
yang disimpan di gudang umum. Persediaan ini dikonfirmasikan ke penjaga atau
kepala gudang.
d. Hutang lease dikonfirmasikan
kepada lessor.
5. Bukti
Dokumenter
Bukti dokumenter merupakan bukti yang paling penting dalam audit. Menurut sumber dan tingkat kepercayaannya bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:
A.Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung
B.Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien
C.Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien
Bukti
dokumenter kelompok a mempunyai kredibilitas yang lebih tinggi
daripada kelompok b. Bukti dokumenter kelompok b mempunyai kredibilitas
yang lebih tinggi daripada kelompok c.
Bukti
dokumenter meliputi notulen rapat, faktur penjualan, rekening koran bank (bank
statement), dan bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti dokumenter
tergantung sumber dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu
sendiri. Sifat dokumen mengacu tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan atau
kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan dokumen. Bukti dokumenter banyak
digunakan secara luas dalam auditing. Bukti dokumenter dapat memberikan bukti yang
dapat dipercaya (reliable) untuk semua asersi.
6. Bukti
Surat Pernyataan Tertulis
Surat
pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu
yang bertanggung jawab dan berpengetahuan mengenai rekening, kondisi, atau
kejadian tertentu. Bukti surat pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen
atau organisasi klien maupun dari dari sumber eksternal termasuk bukti dari
spesialis. Representation letter atau representasi tertulis
yang dibuat manajemen merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat
pernyataan konsultan hukum, ahli teknik yang berkaitan dengan kegiatan teknik
operasional organisasi klien merupakan bukti yang berasal dari pihak ketiga.
Bukti ini dapat menghasilkan bukti yang reliable untuk semua
asersi.
7. Perhitungan
Kembali sebagai Bukti Matematis
Bukti
matematis diperoleh auditor melalui perhitungan kembali oleh auditor.
Penghitungan yang dilakukan auditor merupakan bukti audit yang bersifat
kuantitatif dan matematis. Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan
ketelitian catatan akuntansi klien. Perhitungan tersebut misalnya:
a. Footing untuk
meneliti penjumlahan vertikal
b. Cross-footing untuk
meneliti penjumlahan horizontal
c. Perhitungan
depresiasi
Bukti
matematis dapat diperoleh dari tugas rutin seperti penjumlahan total saldo, dan
perhitungan kembali yang rumit seperti penghitungan kembali anuitas obligasi.
Bukti matematis menghasilkan bukti yang handal untuk asersi penilaian atau
pengalokasian dengan biaya murah.
8. Bukti
Lisan
Auditor
dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia, sehingga ia
mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan lisan. Masalah yang ditanyakan
antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan,
pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang
bersyarat maupun piutang yang sudah lama tak tertagih. Jawaban atas pertanyaan
yang ditanyakan merupaka bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas
kerja audit. Bukti ini dapat menghasilkan bukti yang berkaitan dengan semua
asersi.
9. Bukti
Analitis dan Perbandingan
Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran atau standar prestasi, trend industri, dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan dan kewajaran hubungan antar pos-pos dalam laporan keuangan. Keandalan bukti analitis sangat tergantung pada relevansi data pembanding. Bukti analitis berkaitan erat dengan asersi keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau pengalokasian.
Bukti analitis meliputi juga perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan keuangan tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun sebelumnya. Perbandingan in dilakukan untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi dan untuk menilai penyebabnya. Bukti-bukti ini dikumpulkan pada awal audit untuk menentukan obyek pemeriksaaan yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam.
Menurut Konrath ada 6 tipe bukti audit, yaitu:
a. Physical evidence : terdiri dari segala sesuatu
yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi, atau diinspeksi, dan terutama
mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan. Contohnya adalah bukti-bikti
phisik yang diperoleh dari kas opname, observasi fisik dari perhitungan
persediaan, pemeriksaan fisik surat berharga dan inventarisasi aktiva tetap.
b. Evidence obtain through
confirmation :
bukti yang diperoleh mengenai eksistensi, kepemilikan atau penilaian, langsung
dari pihak ketiga diluar klien. Contohnya jawaban konfirmasi piutang, utang,
barang konsinyasi, surat berharga yang disimpan biro adminisrtrasi.
c. Documentary evidence : terdiri dari catatan-catatan
akuntansi dan seluruh dokumen pendukung transaksi. Contohnya faktur pembelian,
copy faktur penjualan, journal voucher, general
lerger, dan sub lerger.
d. Mathematical evidence : merupakan perhitungan
kembali dan rekonsiliasi yang dilakukan auditor. Misalnya footing,
cross footing, dan extension dari rincian persediaan
perhitungan dan alokasi beban penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi
penarikan aktiva tetap, PPh dan accruals.
e. Analytical evidence bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap informasi keuangan klien. Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk:
Trend (horizontal) analysis, yaitu membandingkan angka-angka laporan keuangan tahun berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dan menyelidiki kenaikan/penurunan yang signifikan baik dalam jumlah rupiah maupun persentase.
2. Common
Size (vertical) Analysis
3. Ratio
Analysis, misalnya menghitung menghitung ratio likuiditas, rasio
profitabilitas, rasio leverage, dan rasio manajemen aset.
f. Hearsay evidence : bukti dalam bentuk jawaban
lisan dari klien atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan auditor. Misalnya
pertanyaan-pertanyaan auditor mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contigen
liabilities, persediaan yang bergerak lambat atau rusak, kejadian penting
sesudah tanggal neraca dan lain-lain.
Berdasarkan fungsinya, bukti audit dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan bukti, yaitu :
a. Bukti Utama (Promary Evidence), yaitu bukti yang dapat menghasilkan kepastian yang paling kuat atas fakta, misalnya : dikumen asli mengenai perjanjian/komitmen/kontrak yang ditandatangani.
b. Bukti Tambahan (Secondary Evidence), yaitu bukti yang dapat diterima bila bukti utama ternyata hilang atau rusak, atau dapat pula diterima bila dapat ditunjukan bahwa bukti ini merupakan pencerminan yang layak atas bukti utama, misalnya : tembusan dokumen kontrak.
c. Bukti Langsung (Direct Evidence), yaitu bukti yang menunjukkan fakta tanpa kesimpulan ataupun anggapan. Bukti ini cenderung untuk menunjukkan fakta atau materi yang dipersoalkan tanpa melibatkan bukti lain. Suatu bukti dapat dikatakan sebagai bukti langsung bila dikuatkan oleh pihak-pihak yang mempunyai pengetahuan nyata mengenai persoalan yang bersangkutan dengan menyaksikan sendiri.
d. Bukti Tidak Langsung (Circumtantial Evidence), yaitu bukti yang cenderung untuk menetapkan suatu fakta dengan pembuktian fakta lain yang setaraf dengan fakta utama, misalnya : penerimaan barang yang diselesaikan terlalu singkat oleh Bagian Penerimaan dapat menunjukkan bukti tidak langsung bahwa petugas penerimaan tidak memeriksa/menghitung penerimaan, atau memeriksa/ menghitungnya tetapi tidak cermat.
e. Bukti Pendukung (Corraborative Evidence), yaitu merupakan bukti tambahan dari suatu karakter yang berbeda tetapi digunakan untuk tujuan yang sama, misalnya : Pernyataan bahwa dokumen yang diserahkan kepada auditor merupakan foto copy yang benar dan tidak dimanupulasi.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.