Sejarah Bank Global
PT
Bank Global Internasional Tbk. didirikan berdasarkan Akta Notaris Misahardi Wilamarta,
S.H., nomor 351 tanggal 22 Agustus 1992. Bank Global mempunyai status sebagai
bank umum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1212/KMK.017/1992
tanggal 23 November 1992. Bank mulai beroperasi secara komersial pada tanggal
18 Desember 1992. Pada ssat itu pemegang saham bank adalah Lawu Budhin 85%,
Hendra Setiawan 10%, dan Imam Munandar 5%. Bank Global telah memperoleh ISO
9001 dari badan internasional pada bulan September 1997 sehingga semua prosedur
kerja telah distandardisasi. Kegiatan Bank Global secara garis besar adalah
menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk pemberian kredit.
Pada
tanggal 1 Desember 1997, Bank Global memperoleh pernyataan efektif dari Ketua
Bapepam dengan surat No. S-1730/PM/1997 untuk melakukan penawaran umum atas 50
juta saham bank kepada masyarakat. Kemudian saham tersebut dicatatkan pada
Bursa Efek Jakarta pada tanggal 23 Desember 1997. Berbeda dengan bank lainnya,
pada masa krisis ekonomi 1998 Bank Global berhasil melewati krisis tersebut dengan
baik. Berdasarkan hasil due diligence dari
auditor, Bank Global masuk dalam kategori A, yaitu bank dengan kecukupan modal
yang memenuhi syarat.
Bank
Global memanfaatkan pasar modal untuk memperoleh dana. Bank Global melakukan
hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) pada tahun 1999, menerbitkan obligasi
tahun 2000, kembali melakukan HMETD dan obligasi subordinasi tahun 2003. Pada tahun
2003, struktur kepemilikan saham Bank Global dimiliki publik 78,78%, PT
Intermed Pharmatama 11,51%, PT Permata Prima Jaya 9,09% dan Irawan Salim
(Direktur Utama Bank Global) 0,62%.
Kasus Bank Global
Pada
tanggal 30 Juni 2004, BI menghubungi Bapepam guna mengkonfirmasi portfolio
surat berharga yang dimiliki oleh Bank Global. BI meminta Bapepam untuk
melakukan pemeriksaan ini karena Bank Global melaporkan bahwa per posisi bulan
April 2004 mereka memiliki surat berharga sebesar Rp 965 miliar namun tidak
dapat menunjukkan kepemilikan atas surat berharga tersebut.
Pada
tanggal 11 Agustus 2004, Bapepam menyatakan hasil pemeriksaan menunjukkan
jumlah obligasi pada posisi 31 Desember 2003 hanya sebesar Rp 207 miliar,
berbeda dengan laporan keuangan Bank Global tanggal 31 Desember 2003 yang
menyatakan jumlahnya sebesar Rp 1,13 triliun. Menurut hasil pemeriksaan
Bapepam, pelaporan surat berharga fiktif Bank Global dilakukan dengan melakukan
pencatatan beberapa kali atas obligasi yang sama.
Pada
tanggal 27 Oktober 2004, Bank Global ditempatkan dalam pengawasan khusus BI
selama 6 bulan karena rasio kecukupan modal (CAR) menurun dibawah syarat
minimal yang ditetapkan oleh BI, yaitu 8%. Dengan status pengawasan khusus,
Bank Global diminta untuk mengajukan rencana perbaikan modal secara tertulis
kepada BI sehingga menjadi minimal 8%, melaksanakan segera tindakan perbaikan,
dan menjaga likuiditas bank agar tidak mengalami kesulitan likuiditas, selain
itu kegiatan bank juga dibatasi.
Pada
akhir November 2004, terjadi keresahan pada nasabah Bank Global, baik pemilik
deposito maupun reksa dana Prudence Dana Mantap, mereka tidak dapat mencairkan dananya.
Keresahan ini menarik perhatian Bapepam yang kemudian melayangkan surat
panggilan kepada manajemen Bank Global untuk meminta penjelasan, namun
panggilan tersebut tidak dipenuhi pihak Bank Global. Hal tersebut membuat
Bapepam meminta penjelasan dari PT Prudence Asset Management. Direksi PT
Prudence Asset Management kemudian menjelaskan bahwa mereka tidak pernah
menjual produk reksa dananya melalui Bank Global. Direksi Bank Global lalu juga
membantah telah menjual reksa dana.
Berdasarkan
penulusuran Bapepam, ditemukan bahwa Bank Global mulai menawarkan produk reksa
dana Prudence Dana Mantap pada Mei 2004. Penerbitan reksa dana tersebut
seolah-olah melalui kerja sama dengan PT Prudence Asset Management dan Deutsche
Bank sebagai bank kustodian. Dana hasil penjualan tersebut diambil alih oleh
pemilik atau pihak manajemen bank dan tidak pernah masuk ke rekening bank
kustodian. Pada saat jatuh tempo, reksa dana tersebut kemudian dikonversi
menjadi deposito dan medium term note agar
masuk ke dalam program penjaminan. Sehubungan dengan hal ini, BI akhirnya
mengumumkan bahwa Bank Global memang sedang menghadapi permasalahan dan masuk
dan masuk dalam pengawasan khusus BI.
Pada
tanggal 13 januari 2005, BI akhirnya mencabut izin usaha PT Bank Global
Internasional, Tbk. melalui Keputusan Gubernur BI No 7/2/KEP-GBI/2005. Bank ini
dilikuidasi karena pemilik dan pengelolanya tidak mempunyai itikad baik untuk
memperbaiki permodalannya dimana CAR milik Bank Global tetap minus 39,11%.
Setelah penutupan ini, BI akan menyelesaikan dana simpanan nasabah dan kredit
yang ada di Bank Global bekerja sama dengan Unit Pelaksana Penjaminan
Pemerintah (UP3), Departemen Keuangan. Darmin Nasution menyatakan bahwa setelah
izinnya dicabut, maka pengelola sementara Bank Global segera menyerahkan daftar
nominatif dana pihak ketiga (DPK) kepada Kemenkeu melalui UP3.
Tidak
lama setelah pencabutan izin usaha Bank Global, Darmin Nasution mengumumkan
pembekuan izin Akuntan Publik Drs. Joseph Susilo beserta Kantor Akuntan Publik
nya selama 24 bulan terhitung tanggal 14 Januari 2005. Akuntan publik yang
melakukan audit terhadap laporan keuangan bank global tahun 2003 tersebut
dinyatakan bersalah.
Tahun
2008, Menteri keuangan membekukan izin Akuntan Publik Drs. Thomas Iguna selama
12 bulan. Thomas Iguna dinilai telah melakukan pelanggaran terhadap Standar
Auditing (SA) dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan
audit atas laporan keuangan Bank Global. untuk tahun buku yang berakhir pada
tanggal 31 Desember 2002.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.